web page hit counter
Sabtu, 14 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Beato Stefan Wyszyński (1901-1981) : Sang Kardinal Menolak Takluk

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dalam hal doktrin, ia seorang konservatif. Baginya, Tuhan nomor satu dan Polandia, nomor dua.

Paus Fransiskus melalui Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus, Kardinal Angelo Becciu telah mengumumkan persetujuan atas mukjizat melalui perantaraan Kardinal Stefan Wyszyński, Rabu, 2/10. Kardinal yang dikenal lantaran perlawanannya terhadap komunisme di Polandia ini, menjadi pendoa bagi kesembuhan seorang perempuan berusia 19 tahun yang menderita kanker tiroid pada 1989.

“Ini sukacita besar bagi Gereja di Polandia,” ujar Uskup Agung Poznań, Polandia, Mgr. Stanisław Gądecki. “Kami sangat senang, akhirnya beatifikasi Kardinal Wyszyński akan segera terjadi.”

Selain St Yohanes Paulus II, Kardinal Wyszyński adalah sosok yang berpengaruh dalam Gereja Katolik Polandia. Kardinal Imam Santa Maria in Trastevere ini selalu dikaitkan dengan keselamatan Gereja Katolik Polandia selama periode penganiayaan oleh rezim komunis.

“Kurangnya keberanian adalah awal dari kekalahan bagi seorang uskup,” tulisnya dalam catatan harian selama menjadi tahanan rezim komunis. Selama tiga tahun, ia menjadi tahanan rumah. Kardinal Wyszyński dihukum lantaran menolak memberikan sanksi kepada para imam, yang terang-terangan melawan rezim komunis di Polandia.

George Weigel, penulis biografi St Yohanes Paulus II mengatakan, bahwa Kardinal Wyszyński adalah seorang negosiator yang cerdik dan tangguh. Bahkan, ia juga dikaitkan dengan terpilihnya Pastor Karol Josef Wojtyla sebagai sebagai Uskup Agung Krakow, Polandia, pada 1964. Ia pun kerap disebut sebagai sosok di balik terpilihnya Kardinal Karol Josef Wojtyla sebagai Paus dalam konklaf Oktober 1978.

Imam Buruh
Stefan Wyszyński lahir 3 Agustus 1901 di Zuzela, dekat Łomża, yang kala itu masuk dalam wilayah kekuasaan Kekaisaran Rusia. Keluarga Wyszyński memang berasal dari Desa Zuzela, antara Warsawa dan Bialystok, sekarang berada bagian Timur Laut Polandia. Ayah Stefan seorang bangsawan miskin yang bekerja sebagai guru sekolah desa dan organis paroki.

Rupanya, benih pangggilan tertanam kuat dalam hati Wyszyński. Jelang remaja, ia pun masuk seminari dan menjalani formasi sebagai seorang calon imam di Warsawa, Łomża, dan Włocławek. Persis pada ulang tahun ke-23, 3 Agustus 1924, ia menerima Sakramen Imamat sebagai imam Keuskupan Włocławek (Kujawy, Kalisze).

Pastor Wyszyński merayakan Misa perdana di Gereja Jasna Gora di Czestochowa, sebelum berkarya di sebuah paroki di kota industri Włocławek, di utara Warsawa. Di paroki inilah, ia menemukan pengalaman yang menjadi pijakan visinya di kemudian hari. Mayoritas umat yang ia layani adalah pekerja industri alias buruh pabrik. Realitas kehidupan buruh menjadi keseharian Pastor Wyszyński. Enam tahun berkarya di paroki ini, 1933, ia menjumpai ribuan pengangguran yang miskin. Hampir saban hari, buruh turun ke jalanan menuntut kesejahteraan dari majikannya.

Kehidupan masyarakat yang dimiskinkan industri itu ia bawa sebagai bekal peziarahan imamatnya. Ia melanjutkan pendidikan doktoral bidang sosiologi dan hukum Gereja di Universitas Katolik Lublin. Pastor Wyszyński juga memperdalam ilmu pengetahuan di Perancis, Italia, dan Belgia.

Sekembali dari tugas belajar, realitas kehidupan buruh yang memprihatinkan terus memanggilnya, hingga kemudian ia mendirikan Christian Workers University pada 1935. Lantaran kedekatannya dengan para buruh, ia kerap dijuluki “imam buruh”. Hanya selang beberapa tahun, pasukan Nazi dan Soviet memperebutkan wilayah Polandia. Mereka menyerbu Polandia, termasuk wilayah Włocławek.

Uskup Włocławek, Mgr. Michaël Kozal pun segera memerintahkan Pastor Wyszyński mengungsi. Puji Tuhan, ia lolos dari kamp konsentrasi Nazi. Padahal lebih dari 1500 imam, termasuk sang uskup, menjadi tahanan di kamp konsentrasi Nazi hingga tewas.

Pangeran Gereja
Selama masa Perang Dunia II, Pastor Wyszyński aktif dalam perlawanan bawah tanah melawan Nazi, baik di Warsawa maupun Lublin. Ia melayani sebagai pastor militer.

Setelah situasi peperangan agak mereda, Pastor Wyszyński kembali ke Włocławek pada Maret 1945. Ia bertugas sebagai rektor seminari. Selang satu tahun, ia diangkat Paus Pius XII (1876-1958) sebagai uskup Lublin, Polandia, 25 Maret 1946. Ia pun tampil sebagai seorang pemimpin Gereja di tengah peperangan yang belum sepenuhnya reda.

Dua tahun kemudian, 12 November 1948, Paus yang sama memberikan mandat kepada uskup yang memiliki moto penggembalaan Soli Deo ini. Kali ini, Paus meminta Mgr. Wyszyński menjadi Uskup Agung di Keuskupan Agung Gniezno dan Keuskupan Agung Warsawa. Sebuah tugas dan tanggung jawab yang teramat berat. Tapi, Mgr. Wyszyński menjalankan tugas perutusan itu dengan penuh ketaatan, kerendahan hati, dan ketulusan.

Sebagai uskup, Mgr. Wyszyński tak hanya menjalankan tugas sebagai pelayanan Gereja. Sikap represif rezim komunis, membuatnya bangkit melawan. Ia tak segan mengkritik penguasa yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat.

Puncaknya pada 1953, Paus Pius XII mengangkat Ketua Konferensi Waligereja Polandia ini menjadi “Pangeran Gereja” alias kardinal, 12 Januari 1953. Rezim komunis yang menguasai Polandia tak memberikan izin kepada Mgr. Wyszyński untuk pergi ke Roma. Ia pun tak bisa menghadiri pelantikannya sebagai Kardinal. Baru pada 18 Mei 1957, atau setelah empat tahun berselang, ia menerima biretta merah dari Paus.

Bahkan, setelah ia diangkat sebagai kardinal pada 1953, rezim komunis menjadikan Kardinal Wyszyński sebagai tahanan rumah tanpa proses pengadilan. Sang penguasa beralasan, bahwa Kardinal Wyszyński telah melanggar janji akan menghukum para imam yang terang-terangan melakukan aksi anti pemerintah. Kardinal Wyszyński pun menolak tunduk terhadap penguasa komunis. Ia menjalani hukuman itu demi melindungi para imamnya.

Cinta Polandia
Selama tiga tahun, Kardinal Wyszyński menjadi tahanan rumah. Hingga pada 1956, ketika Władysław Gomułka berkuasa, ia dibebaskan. Meskipun telah dibebaskan, bukan berarti ia tunduk kepada penguasa. Ia tetap tak mengizinkan penguasa masuk dalam urusan internal Gereja. Sebaliknya, dengan kepiawaian dalam bernegosiasi, ia berhasil meyakinkan penguasa untuk menfasilitasi pengajaran agama Katolik di sekolah-sekolah.

Selain sebagai pemimpin Gereja Katolik di Polandia, Kardinal Wyszyński juga memainkan peran dalam masa-masa krisis di Polandia. Perannya ini membuat ia amat disegani di Polandia. “Tuhan cinta pertama, dan cinta kedua untuk Polandia,” ujarnya suatu kali.

Untuk mengabadikan jasa Kardinal Wyszyński bagi Polandia, namanya dijadikan nama sebuah universitas, Universitas Kardinal Wyszyński di Warsawa. Universitas ini menjadi salah satu universitas negeri di Polandia, yang saat ini memiliki 10.600 mahasiswa yang belajar di 11 fakultas.

Kardinal Wyszyński wafat pada 28 Mei 1981 dalam usia 79 tahun, atau 15 hari setelah Paus Yohanes Paulus II ditembak oleh Mehmet Ali Agca dalam upaya pembunuhan. Lantaran tak bisa menghadiri pemakaman Kardinal Wyszyński, Paus Yohanes Paulus II mengirim pesan kepada umat di Polandia. “Dia, Kardinal Wyszyński adalah sosok yang tak terlupakan, yang dihormati. Ia telah menunjukkan peran dan pengajaran dalam sejarah masa-masa sulit bangsa kita, Polandia,” tulis Paus Yohanes Paulus II.

Y. Prayogo

HIDUP NO.44 2019, 3 November 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles