Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap: Panggilan kepada Perubahan

157
Uskup Agung Medan (terpilih), Mgr Y.M. Kornelius Sipayung, O.F.M.Cap. mengenakan busana liturgis. [dok.ist.]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 21 Januari 2024 Minggu Biasa III (Hari Minggu Sabda Allah, Hari Kelima Pekan Doa Sedunia), Yun.3:1-5,10; Mzm.25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; 1Kor.7:29-31; Mrk.1:14-20

 PAUS Fransiskus melalui Surat Apostolik, Motu Proprio “Aperuit Illis” menetapkan Minggu Ketiga Masa Biasa sebagai minggu perayaan, pembelajaran, dan penyebaran Sabda Allah. Yesus, Sang Sabda yang menjadi daging, membuka pikiran para murid untuk memahami Kitab suci.

Dalam Kitab Suci dikisahkan pengalaman perjumpaan manusia dengan Allah. Allah dialami hidup dan memberikan Sabda sebagai bekal dalam perjalanan hidup. Sabda Allah itu menjelma dalam diri Yesus yang kelahirannya baru kita rayakan sekitar Masa Natal. Seluruh kisah kelahiran Yesus adalah warta tentang Sabda yang menjelma. Manusia yang menerima Sabda diharapkan bertobat sebagai jawaban atas warta ini.

Dalam Bacaan I, kita mendengar kisah bagaimana pewartaan dijawab dengan aksi pertobatan. Nabi Yunus diutus Allah mewartakan Sabda kepada penduduk Niniwe. Pada awalnya Yunus menolak, tetapi kekuatan Sabda Tuhan menghantarnyake Niniwe. Bertentangan dengan apa yang bisa dipikirkannya, orang-orang kafir dari Niniwe akhirnya “percaya kepada Allah” dan “mengumumkan untuk membarui tingkah laku mereka yang jahat”.

Hal pertama yang hendak diketengahkan dalam pewartaan Yunus adalah bahwa Sabda Allah berdaya untuk mengubah pikiran, hati, dan perilaku orang Niniwe. Ini menjadi bukti bahwa warta sukacita yang ditebarkan mempunyai kekuatan untuk membuat orang bertobat. Dengan pertobatan orang-orang Niniwe, kerajaan makin meluas jauh melebihi batas waktu, ruang dan tempat, melampaui batas suku, bahasa, kaum dan bangsa.

Injil Markus mengedepankan cerita bagaimana awal tampilnya Yesus di muka umum. Ada dua hal dilakukan Yesus. Pertama, memaklumkan Injil Kerajaan Allah. Kedua, memanggil para murid yang pertama. Kegiatan memaklumkan Injil dan memanggil para murid mengawali perjalanannya membawakan Kabar Gembira dalam wujud pengajaran, khotbah, perumpamaan, dan perbuatan seperti menyembuhkan orang sakit, mengadakan mukjizat, bergaul dengan orang yang dianggap berdosa, yang dilakukan-Nya dalam perjalanan mulai dari Galilea menuju ke Yerusalem.

“Genaplah waktunya, Kerajaan Allah sudah dekat.” Inilah yang diwartakan oleh Sang Sabda yang kedatangan-Nya dinanti-nantikan. Sikap yang paling tepat untuk menanggapi ajakan ini adalah “bertobat dan percaya kepada Injil”. Keseluruhan Injil terdiri dari dua hal ini yakni pertama, warta kedatangan Kerajaan Allah dan kedua, opsi orang menanggapi kedatangan kerajaan Allah.

Bagaimana kita bisa masuk dan ikut ambil bagian dalam Kerajaan Allah? Bertobat dan percaya kepada kabar gembira inilah reaksi yang paling tepat. Bertobat berarti mengubah persepsi, arah hidup, cara melihat, prioritas dalam hidup, sampai akhirnya ada perubahan pada sikap dan perilaku. Hal ini juga berlaku untuk ungkapan percaya dalam khabar gembira. Percaya berarti bukan sekdar menerima sebagai benar Yesus dan ajaran-ajaraan Gereja. Percaya mempunyai implikasi yang meliputi sebuah komitmen total kepada Yesus tanpa jaminan dan isyarat.

Bagaimana kita bersikap atas panggilan ini? Ketika Yesus berkata, “Ikuti saya …”, Petrus dan Andreas segera meninggalkan keluarga dan sumber jaminan hidup. Meninggalkan keluarga berarti meninggalkan afeksi dengan orang-orang yang dikasihi. Mereka yang dipanggil mengalami hidup bersama Yesus kemudian sungguh menjadi “penjala manusia” untuk melanjutkan sebuah gerakan yang telah dimulai oleh guru mereka yakni Yesus Kristus untuk membawa orang kepada pertobatan. Mereka yang dipanggil ini tidak pernah menyesal akan hari dimana mereka meninggalkan jaminan dan keluarga. Mereka menemukan pengalaman yang melampaui mimpi mereka, relasi baru yang lebih berkualitas.

Paulus dalam Bacaan II mencoba mengubah persepsi orang Korintus dengan mengatakan bahwa dunia yang kita kenal seperti sekarang ini akan berlalu. Tidak ada yang kita miliki, entah barang-barang dunia, maupun perilaku personal yang permanen. Semua itu akan berlalu.  Entah hidup sangat baik atau sangat buruk, pada akhirnya yang paling penting adalah nilai-nilai mendasar dari kebenaran dan cinta, kebebasan, dan keadilan.

Bertobat berarti mengubah persepsi, arah hidup, cara melihat, prioritas, sampai ada perubahan pada sikap dan perilaku.

Majalah HIDUP, Edisi No. 03, Tahun Ke-78, Minggu, 21 Januari 2024

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here