web page hit counter
Minggu, 16 Februari 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Warisan Sang Legenda Pendidik

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – “GAJAH mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.” Sebuah pepatah sarat makna tentang warisan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah berpulang. Pun Suster Francesco Marianti, OSU. Kepergiannya pada tanggal 16 Desember 2024 lalu meninggalkan harta berharga.

Suster Moekti K. Gondosasmito, OSU selaku Ketua II Yayasan Satya Bhakti, Ketua II Yayasan Sancta Ursula, dan Pimpinan Biara Ursulin Santa Ursula Jakarta menceritakannya kepada HIDUP. Berikut petikan wawancaranya:

Sudah lama mengenal Suster Francesco?

Mengenal dalam arti tahu ya sejak saya masuk Ursulin. Beliau dengan saya jaraknya jauh sekali. Kemudian saya satu komunitas dengan beliau tahun 1999. Sebelumnya, tahun 1995, saya tinggal di Sunter (Jakarta Utara, Red.). Itu rumah cabang dari Jalan Pos. Jadi saya sering bertemu beliau, mulai satu komunitas dengan beliau. Pada tahun yang sama, sebagai suster muda, saya bertugas di SMA Santa Ursula Jakarta, tapi belum sebagai kepala sekolah.

Pada tahun 2000, hal yang berkesan buat saya adalah saat saya mau mengucapkan kaul kekal. Beliau dengan sigap mengatakan, “Ya, saya yang akan mengatur bunga.” Jadi, merangkai bunga di Katedral Jakarta dan Kapel Santa Ursula. Kami bersepuluh mengucapkan kaul kekal di Katedral Jakarta. Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ (Uskup Agung Jakarta saat itu, Red.) yang memimpin Misa.

Lalu saya pergi ke luar negeri untuk studi. Di Australia, selama sekitar 1,5 tahun. Pulang studi saya kembali lagi ke Jalan Pos. Jadi, saya satu rumah lagi dengan beliau, sejak tahun 2002 sampai tahun 2011 (saat menjabat sebagai Kepala SMA Santa Ursula Jakarta). Lalu, saya pindah ke Solo (Jawa Tengah, Red.) sebagai Kepala SMA Regina Pacis dan kemudian ke Roma, Italia.

Waktu tinggal di Roma, saya punya pengalaman yang sangat berkesan dengan beliau. Dengan penuh perhatian, ketika saya pulang ke Indonesia, beliau selalu bertanya, “Apa saja yang diperlukan?” Ketika kami berada di Roma, beliau mengirim semua kesukaan saya ke sana. Waktu itu saya bilang tidak usah, ongkos kirim mahal. Beliau bilang “Kalau cinta tidak mengenal harga.”

Setelah pulang ke Indonesia pada tahun 2019 dan sampai sekarang saya tinggal di sini. Dari semua perjalanan saya bersama beliau, hal yang sangat berkesan adalah komitmen beliau. Luar biasa. Kalau beliau sudah mengatakan “ya” terhadap sesuatu, beliau melakukannya dengan sepenuh hati. Saya belajar dari beliau. Contohnya, beliau sudah mengatakan bahwa beliau seorang suster Ursulin, beliau menunjukkannya. Pagi-pagi beliau sudah bangun untuk berdoa. Sebagai seorang Ursulin, beliau diutus berkarya di BSD (Bumi Serpong Damai, Banten, Red.), pagi-pagi beliau sudah berangkat ke sana. Jauh. Setiap hari bolak-balik Jakarta-BSD. Tidak main-main. Pasti capai.

Baca Juga:  Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF: Fokus pada Kebahagiaan Sejati dan Abadi

Kalau mendapat tugas, beliau juga menjalankannya dengan sepenuh hati. Tidak ada istilah asal-asalan bagi Suster Francesco.

Artinya sudah cukup lama mengenal Suster Francesco?

            Sebenarnya waktu masih novis saya sudah tahu beliau. Cuma ngintip-ngintip. Tapi saya mulai sering berjumpa dengan beliau pada tahun 1995. Benar-benar intensif ketika satu rumah pada tahun 2002-2011 dan pada tahun 2019 sampai beliau meninggal dunia.

Walaupun saya lebih muda, beliau ingat betul arti kaul ketaatan. Untuk hal-hal kecil, beliau selalu memberitahu. Misalnya, ketika beliau tidak bisa menghadiri kegiatan doa karena terlalu capai, beliau memberitahu. Pas saya tidak ada, beliau selalu menitip pesan untuk saya kalau beliau tidak bisa menghadiri suatu kegiatan karena capai dan ingin istirahat. Ketika beliau ingin pergi ke suatu tempat, beliau selalu memberitahu. Beliau juga membuat laporan keuangan untuk uang yang dipakai. Komitmennya luar biasa.

Seperti apa sosok Suster Francesco?

Walaupun ada orang bilang bahwa beliau orangnya keras, tapi bagi saya beliau sebetulnya orang yang punya belas kasih tinggi. Beliau mudah iba sebenarnya. Mungkin orang takut dulu ketika melihat beliau. Tapi, sebetulnya beliau orang yang baik. Beliau juga mau menyapa.

Apa maksudnya, ada orang yang mengatakan Suster Francesco orangnya keras?

            Kami, para suster Ursulin, bukan takut dalam arti negatif. Tapi kami segan. Apalagi kami, para suster muda, melihat beliau sebagai sosok yang hebat. Jadi, kami segan. Padahal beliau dengan senang hati berbagi ilmu. Sharing. Kalau ada suster muda yang mau belajar, atau magang atau yang sedang bertugas di sekolah tertentu dan ingin belajar bagaimana mengelola sekolah, beliau welcome.

 Banyak orang mengakui Suster Francesco sebagai legenda pendidik.

            Kalau orang bilang “Ursula” atau “Ursulin” atau pendidikan atau sekolah Katolik ya merujuk pada Suster Francesco karena yang beliau geluti selalu dunia pendidikan. Jadi, beliau mendalami dan memahami dunia pendidikan dengan baik. Dalam arti tertentu, beliau tidak pernah putus. Sejak beliau muda, beliau selalu berada di dunia pendidikan, entah bentuknya secara langsung di sekolah sebagai kepala sekolah atau sebagai pengurus yayasan.

Baca Juga:  Vatikan Memanggil, Monica Belluci Datang dalam Tahun Suci

Nilai-nilai apa yang ditanamkan Suster Francesco dan bagaimana mengimplementasikannya?

            Beliau dalam bekerja dan berkarya penuh totalitas. Kami belajar dari beliau. Ini bagian dari nilai-nilai dasar pendidikan Ursulin. Ada totalitas, cinta dan belas kasih, pelayanan, keberanian dan ketangguhan, integritas, dan persatuan.

Beliau memberikan diri dan waktunya sampai tuntas, sampai Tuhan memanggil. Beliau juga kreatif, suka membuat terobosan baru. Salah satu terobosan beliau yang terkenal di SMA Santa Ursula Jakarta adalah mengadakan kegiatan live-in. Beliau menginisiasi kegiatan live-in di Sekolah Santa Ursula Jakarta. Waktu itu beliau masih kepala sekolah di sana. Akhirnya kegiatan live-in diikuti banyak sekolah lainnya. Beliau juga pernah mengadakan semacam penelitian tentang perempuan dan anak, menerbitkan buku. Beliau terlibat di Jaringan Mitra Perempuan. Beliau pernah menjadi aktivis pada tahun 1998.

Nilai-nilai ini merupakan nilai-nilai yang diajarkan Santa Angela Merici dan Sekolah Santa Ursula. Sampai sekarang kami berusaha menghidupinya dengan berbagai macam cara lewat pembelajaran, pembiasaan, dan berbagai kegiatan.

Isu global, termasuk perempuan dan anak, menjadi perhatian Suster Francesco?

            Ketika beliau masih bisa beraktivitas dengan leluasa, beliau ikut Jaringan Mitra Perempuan. Ketika usia beliau sudah lebih berumur dan tidak bisa seaktif dulu, beliau melakukannya dengan berbagai cara. Misalnya, memberi bantuan supaya anak-anak tetap bisa sekolah, membantu orang tua yang tidak mampu. Terkait ekologi, misalnya, memilah sampah dan menanam tanaman hidroponik. Beliau mengikuti apa yang dikatakan Paus Fransiskus. Itu menunjukkan peran beliau.

Ada pengalaman paling berkesan bersama Suster Francesco?

            Saya boleh menemani beliau sampai beliau menghembuskan nafas terakhir. Ini sangat melekat di hati saya. Saya boleh menemani beliau, saya boleh mengatakan “Suster, terima kasih dan selamat jalan.” Langsung mesinnya menunjukkan angka nol.

Baca Juga:  Keuskupan Tanjungkarang Terpilih sebagai Salah Satu Percontohan Program Paroki Tangguh Bencana

Terakhir, ada beberapa orang datang dan bilang bahwa ketika mereka menengok Suster Francesco, beliau mau mendoakan saya. “Mana rosario saya, saya mau mendoakan Suster Moekti.” Ketika saya mendengar hal itu, saya sangat terharu. Saat beliau sakit dan dirawat di rumah sakit, beliau masih ingat untuk mendoakan saya.

Apakah ada pesan dari Suster Francesco?

            Dalam arti tertentu tidak ada. Kami, para suster Ursulin, berdoa rosario sebelum kami berangkat ke ruang tindakan. Sampai di ruang tindakan, dokter mengatakan semua baik. Tapi tidak begitu lama kondisi beliau drop. Kami disuruh mendampingi.

Saya tidak mendapat firasat macam-macam. Dokter awalnya mengatakan semua baik-baik saja. beliau masih penuh semangat. Di saat beliau sakit, tangannya menggenggam rosario. Tangannya tertutup selimut, tapi suatu ketika saya membukanya karena saya mau melihat apakah tangannya bengkak atau tidak. Memang rosario menjadi kekuatan dan pegangan beliau.

Terakhir, warisan apa yang ditinggalkan oleh Suster Francesco?

Legacy beliau yang paling besar ya Sekolah Santa Ursula BSD. Berarti kami juga harus mengembangkannya dengan baik supaya apa yang beliau mulai dapat terus berkembang.

Kebetulan saat ini posisi saya merangkap. Secara legal, saya sebagai Ketua II Yayasan Sancta Ursula dan Ketua II Yayasan Satya Bhakti. Ibaratnya, dulu anaknya dititipkan ke omanya, sekarang ibunya mengurus keduanya karena omanya sudah tidak ada. Tapi, saya tidak sendiri, saya sudah mengatakan kepada para guru dan karyawan di Sekolah Santa Ursula BSD bahwa saya tidak sehebat Suster Francesco. Tapi, bersama mereka, kami bisa melanjutkan apa yang Suster Francesco wariskan kepada kami. Sekolah sudah bagus. Sekarang kami harus mengembangkannya bersama kalau kami mau membuat Suster Francesco bahagia. Suster Francesco pasti tidak mau sekolahnya mati. Kehadiran saya bukan suatu hal yang baru, saya sudah beberapa kali hadir bersama mereka.

Katharina Reny Lestari

 Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 02, Tahun Ke-79, Minggu, 12 Januari 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles