HIDUPKATOLIK.COM – SEPATU “nekuk-nekuk” itu adalah istilah yang dikemukakan Kardinal Ignatius Suharyo dalam wawancara khusus dengan majalah ini dalam satu kesempatan paska Paus Franskus kembali ke Vatikan. Uskup Agung Jakarta ini mengatakan — saat ia secara lebih dekat bersama Paus Fransiskus dalam kunjungan ke Indonesia, 3-6 September 2024 – memperhatikan sepatu hitam yang dikenakan Paus terlihat sudah nekuk-nekuk, yang artinya sudah tua dan sering dikenakan Paus.

Kisah sepatu ini pun berlanjut. Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar mengemukakan hal senada. Sepatu Paus Fransiskus bukan baru. Ia mangatakan, kalau bepergian, apalagi selaku Kepala Negara, pasti menggunakan sepatu baru atau pakaian baru. Ini Paus Fransiskus tidak. Bahkan, Nasaruddin mengamati, songkok (istilah yang dipakai Nasaruddin untuk zucchetto putih) yang dipakai Paus pun sudah tidak baru lagi.
Sepatu Paus Fransiskus yang sudah nekuk-nekuk itu pun memang menjadi viral — sebagaimana arloji sederhananya — alias menjadi sorotan mendunia ketika sepatu hitam yang dikenakan di kaki jenasah Paus Fransiskus juga sudah tua. (Kemungkinan besar) adalah sepatu yang sama.
Sepatu tua Paus Fransiskus pun sebenarnya sudah pernah menjadi perbincangan saat audiensi pertama dengan kalangan media pada tanggal 16 Maret 2013, artinya tiga hari setelah pengumumannya sebagai Paus ke-266 menggantikan Paus Benediktus XVI yang memilih mengundurkan diri. Dengan kata lain, dugaan kuat, sepatu tua itu telah lama ia kenakan sejak ia diangkat menjadi Uskup Auxilier Keuskupan Agung Buenos Aires, kemudian menjadi Uskup Agung Buenos Aires, dan diangkat Paus Yohanes Paulus II menjadi Kardinal pada tanggal 21 Februari 2001.
Sepatu nekuk-nekuk lawas itu tampaknya menjadi salah satu simbol atau tanda kesederhanaan Paus Fransiskus yang menghadap Tuhan pada hari Senin, 21 April 2024 dan dimakamkan di Basilika Maria Manggiore, Roma, pada hari Sabtu, 26 April 2024. Penghayatan akan kesederhanaan atau hidup bersahaja itu telah dipeluk, dihidupinya sejak ia dan keluarga menjadi imigran dari Italia ke Argentina. Pergolakan politik di Argentina (Amerika Latin) di masa kecil, kanak-kana/remaja, muda menjelang dewasa, telah mewarnai seluruh kehidupan Jorge Maria Bergoglio.
Ia sudah terbiasa hidup mandiri dalam kesederhaan. Sungguh jauh dari kemewahan. Saat menjadi Uskup Agung/Kardinal, ia masih memasak makanan sendiri, membayar tagihan telepon/listrik sendiri, membeli keperluan sendiri, mengantar surat ke kantor pos, berbagi dengan orang miskin, merawat anak-anak terlantar dan pelbagai tindakan kemansuasiaan yang secara terus menerus menjadi nadi kehidupan Paus Fransiskus.
Tidak mengherankan jika Kardinal Bergoglio beberapa saat setelah terpilih menjadi Paus dalam konklaf para kardinal, ia memilih namanya, Fransiskus. Awal-awal para kardinal mengira, Fransiskus yang dimaksud adalah Fransiskus Xaverius, misionaris Jesuit, koleganya yang mewartakan Injil sampai ke Maluku dan Tiongkok. Tidak! Fransiskus yang dimaksudkannya adalah Fransiskus dari Assisi. Santo yang mendirikan Ordo Fratrum Minorum (OFM). Fransiskus yang bertobat, meninggalkan kekayaan sang ayah yang saudagar nan kaya di Kota Asisisi pada waktu itu, setelah secara mistik dipanggil Yesus dari salib untuk memperbaiki Gereja-Nya.

Pilihannya pada nama Fransiskus bukan sekadar pilihan biasa/tradisi bagi seorang Paus terpilih. Sebuah sumber menyebutkan, saat putaran kelima pemilihan Paus, Kardinal Bergoglio akhirnya terpilih. Seorang sahabatnya, Kardinal Claudio Hummes, mantan Uskup Agung Sao Paulo, yang duduk dekatnya memeluk, mencium dan membisikkannya, “Jangan lupakan orang miskin!” “Kata-kata itu merasuk di sini,” ujar Paus Fransiskus. “Ya, orang miskin, orang miskin, ya tak ada nama lain selain Fransiskus dari Assisi,” ujarnya kemudian. Nama Fransiskus itu pun kemudian ditabalkan padanya oleh kemauan dan pilihan Bergoglio sendiri. Untuk pertama kalinya, sebagai seorang Jesuit pertama dalam sejarah Gereja Katolik yang terpilih menjadi Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, penerus Santo Petrus, menggunakan nama Fransiskus dari Assisi sebagai nama pontifikatnya.
Dalam iman kita, hal ini tentu saja merupakan bisikan dan bimbingan Roh Kudus. Selama 12 tahun dan beberapa bulan menjadi mengemban perutusan sebagai Wakil Krsistus di Dunia, Paus Fransiskus menampakkan wajah belas kasih, berbela rasa, kesederhanaan, kemiskinan, kepedulian konkret pada pengungsi, korban perang, anak-anak, lansia, dan masih banyak lagi termasuk belakangan kaum LGBT. Begitu juga ia menghidupkan dialog dengan semua pihak, pejabat pemerintahan tanpa kecuali (tanpa takut bersuara keras/mengritik), menguatkan kembali dialog dengan kaum Muslim dan agama-agama lain. Pada detik-detik terakhir hidupnya, dari Balkon Utama Basilika Santo Petrus, pada hari Minggu, 20 April 2025, dengan napas yang tersengal-sengal, sisa-sisa perjuangannya melawan penyakit yang mendera raganya, Paus Fransiskus masih meminta perhatian khusus untuk korban perang di Gaza, Palestina.
Dalam peti jenasah yang teramat sederhana, Paus Fransiskus membawa sepatu nekuk-nekuknya menemui sang ibu di Basilika Maria Maggiore untuk seterusnya menuju Putranya, Yesus Kristus di Surga yang telah menyediakan sepatu baru bagi Jorge Maria Bergoglio, sang Fransiskus dari Kota Abadi.
F. Hasiholan Siagian
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 18, Tahun Ke-79, Minggu, 4 Mei 2025