web page hit counter
Sabtu, 17 Mei 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Merindukan Paus Asia

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Basilika Santa Maria Maggiore, Roma telah menjadi saksi sejarah atas dimakamkan Bapa Suci, Paus Ke-266 yang wafat dengan penuh kesederhanaan. Sebuah peristiwa iman, misteri ilahi yang cukup memberi pilu umat Katolik dan dunia. Setelah dimakamkan, gereja Katolik lalui masa sede vacante atau periode kekosongan Takhta Suci. Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo asal Irlandia kini memegang kendali administratif Vatikan hingga terpilihnya Paus baru.

Secara institusional, gereja Katolik tengah menggelar konklaf, prosesi khidmat dan sangat rahasia yang melibatkan Dewan Kardinal sedunia. Paus Fransiskus dalam bukunya “Manusia Pendoa”, “Mario Escobar” (2019), konklaf (conclave) dulunya diselenggarakan di Basilika Santa Maria Sopra Minerva milik ordo Dominikan. Sekarang dilangsungkan di Kapel Sistina Sejak tahun 1878. Secara filosofis Konklaf adalah karya rohani, misteri demokrasi gereja yang dilandasi oleh Roh Kudus, doa, bimbingan Ilahi.

Konstitusi Apostolik yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1996, “Universi Dominici Gregis”. Konstitusi ini telah mengalami beberapa revisi, termasuk oleh Paus Benediktus XVI pada tahun 2007 dan 2013. Universi Dominici Gregis mengamanatkan, hanya kardinal berusia di bawah 80 tahun yang dapat menjadi elektor dalam konklaf, memiliki hak pilih dalam beberapa putaran pemungutan suara hingga mendapat dua-per-tiga suara dukungan. Maka, terpilihlah pemimpin Gereja Katolik sedunia.

Berdasarkan Geografis Elektor Konklaf, College of Cardinals yang tersebar di seluruh dunia saat ini berjumlah 252 Kardinal. Dari jumlah ini, 135 Kardinal di antaranya berhak dipilih dan memilih karena berusia kurang dari 80 tahun. Kemudian 2 kardinal tidak hadir dengan alasan kesehatan, kini berjumlah 133 kardinal. Datang dari 7 benua 94 negara, 71 negara di antaranya memiliki kardinal elektor atau kardinal yang berhak dipilih dan memilih dalam konklaf.

Benua Eropa mempunyai 53 kardinal elektor, sisanya berasal dari Asia sebayak 23 kardinal elektor, 18 dari Afrika, 17 dari Amerika Selatan, 16 dari Amerika Utara, sementara dari kawasan Oceania dan Amerika Tengah masing-masing 4 kardinal elektor.

Baca Juga:  Menjawab Krisis Global dengan Iman dan Solidaritas: Refleksi Ekonomi dari Perspektif Katolik

Dunia hari-hari ini diwarnai oleh pancaragam opini, persuasi dan harapan umat. Menjadi semacam ungkapan spiritual atas sebuah penantian besar. Apakah peradaban gereja Katolik hanya ditentukan oleh wajah-wajah Eropa, dan tidak memberi ruang yang universal bagi orang-orang beriman dari Asia ?

Siapa saja dari Asia ?
Cakap-cakap tentang siapa yang kelak akan menggantikan Paus Fransiskus semakin menjadi tanda tanya dunia. Hemat penulis sejauh ini dari 23 Kardinal elektor yang menghadiri konklaf, ada beberapa nama Kardinal dari Asia yang cukup mendapat perhatian. Kendati semuanya mempunyai hak setara untuk memilih dan dipilih.

Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo. Berkebangsaan Indonesia, usia 74 tahun, Uskup Agung Jakarta sejak 2010 dan ditunjuk sebagai kardinal oleh Paus Fransiskus pada 5 Oktober 2019. Kardinal Suharyo adalah sosok sentral dalam Gereja Katolik Indonesia. Telah mendedikasikan hidupnya untuk pelayanan gerejawi, dengan pengalaman luas sebagai teolog, pendidik, dan pemimpin. Termasuk sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) periode 2012-2021 dan Uskup Ordinariat Militer Indonesia sejak 2006. Jejak ini menegaskan peran kardinal Suharyo sebagai wakil Asia dalam hierarki Gereja Katolik global dengan tugas dikasteri untuk evangelisasi dan dialog antaragama.

Kardinal Luis Antonio Tagle. Kebangsaan Filipina, usia 67 tahun. Uskup Agung Emeritus Metropolitan Manila dan menjadi kardinal setelah ditunjuk Paus Benediktus XVI sejak tahun 2012. Seorang moderat karismatik yang tidak takut mengkritik Gereja untuk segala kekeliruan, termasuk pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Kardinal Tagle kerap dikenal sebagai “Fransiskus dari Asia,” Tokoh Gereja Katolik dari Asia yang cukup menonjol hari-hari ini. Dengan pemahaman teologis yang mendalam, kepribadian yang mudah didekati, tentu memiliki daya tarik, baik di dalam maupun luar gereja.

Kardinal Charles Maung Bo. Berkebangsaan Myanmar dan berusia 76 tahun. Uskup Agung Yangon dan ditunjuk oleh Paus Fransiskus menjadi kardinal satu-satunya di negara mayoritas Buddha sejak tahun 2015. Sebagai kardinal pertama dari Myanmar, jejak panjang kepemimpinan Kardinal Bo sangat mempengaruhi gejolak politik dan krisis kemanusiaan. Kepemimpinannya yang penuh empati, kebijaksanaan, dan keberanian menopangnya sebagai tokoh Gereja yang berdiri teguh untuk perdamaian dan keadilan. Kiprah yang mengakar di tengah masyarakat multietnis dan multireligius di Myanmar memberi nilai lebih dalam wacana kepemimpinan global Gereja yang kian terbuka.

Baca Juga:  Menjawab Krisis Global dengan Iman dan Solidaritas: Refleksi Ekonomi dari Perspektif Katolik

Gereja memiliki inklusivitas. Sebuah prinsip yang memberi ruang kepada setiap orang tanpa terkecuali untuk dapat menerima Injil dan merasakan kasih Yesus. Menghadirkan kesetaraan, penerimaan tanpa syarat, dan kedamaian. Membuka pintu bagi mereka yang terpinggirkan atau merasa tidak diakui untuk merasakan cinta kasih Tuhan dengan tidak memandang latar belakang, suku, bangsa, termasuk disabilitas. Mengutip Roma 10:12, “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya”.

Asia dengan Kekayaannya
Asia dikenal sebagai benua dengan ritus peradaban agama-agama besar dan budaya yang sangat tua. Asia hari ini adalah benua non-kristiani, namun memiliki banyak kekayaan manusiawi yang patut dijadikan pilihan. Budaya dan agama saling berkait dan bercampur. Dalam gereja dikenal dengan istilah “inkulturasi”.

Gereja Asia berdampingan dengan Budha dan Islam. Budha merupakan agama utama di Srilangka, Birmania, Thailandia, Laos, Kamboja, Vietnam, Cina, Korea dan Jepang. Islam tersebar dari Asia barat hingga Pakistan, Bangladesh, Malaysia dan Indonesia. Pemeluk agama Kristen terdapat di negara-negara Asia dalam jumlah kecil. Hindu terdapat di India dan di tempat-tempat dengan penduduk yang berasal dari bangsa India. Confusionis, Taois dan Shintois terdapat di antara orang-orang China, Jepang dan Korea.

Demografi ini harusnya mendorong misi perutusan gereja global agar dapat dibawa ke dalam konteks Asia. Sebagaimana perintah Yesus dalam Matius 28:19, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus”. Gereja sejatinya bukan pada jumlah, tetapi pada cinta, kasih dan kepedulian yang tumbuh di tengah penderitaan umat dunia.

Baca Juga:  Menjawab Krisis Global dengan Iman dan Solidaritas: Refleksi Ekonomi dari Perspektif Katolik

Keadaan Sosiopolitik Asia
Negara-negara di Asia mempunyai sistem politik, ideologi dan paham yang berbeda-beda. Liberalisme, Militerisme, Sosialisme hingga komunisme adalah unsur penentu peradaban sosiopolitik Asia. Sejak zaman Yunani dan Romawi kuno, hingga Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Norwegia, Inggris dan Amerika Serikat, Asia adalah benua yang paling terdampak kolonialisme dan masih terikat kontrol perekonomiannya oleh negara-negara imperial Eropa dan Amerika.

Kemiskinan ekstrim yang masih memasung, masalah ekologi, terorisme,Peperangan, Hak Asasi dan banyak persoalan yang sangat fundamental belum dapat diselesaikan. Belum lagi penyalahgunaan kekuasaan oleh golongan mayoritas yang selama ini berkuasa untuk kepentingan sendiri, menjadi pil pahit umat di Asia.

Melihat tatanan hari ini, ada sebuah kerinduan agar gereja benar-benar hadir dan terlibat. Amanat Konsili Vatikan II melalui Gaudium Et Spes 1, “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid kristus juga”.

Keterlibatan orang Asia dalam Gereja merupakan bentuk tanggung jawab moral untuk terlibat dalam duka dan kecemasan Asia saat ini. Mencari jalan kebenaran dalam membela hak-hak kaum marginal. Tugas ini mulia, namun selalu bertentangan dengan kodrat mayoritas.

Gereja lahir di Asia dan berkembang di Eropa. Selama ini dunia memandang ke Eropa, ada saatnya dunia memandang Jakarta, Manila dan Yangon.

Christian Delvis Rettob (Sekjend PP PMKRI Periode 22/24

Opini ini ditulis semata-mata berdasarkan refleksi personal penulis sebagai aktivis Katolik Indonesia, yang didasari oleh spiritualitas dan harapan terhadap gereja. Jauh dari kepentingan politik dan tidak bermaksud menggarami prosesi konklaf yang tengah berlangsung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles