HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 18 Mei 2025. Hari Minggu Paskah V. Kis.14:21b-27; Mzm.145:8-9,10-11, 12-13ab;Why.21:1-5a; Yoh.13:31-33a, 34-35
“GUNUNG Kalvari adalah gunung bagi mereka yang mengasihi. Semua kasih yang tidak bersumber dari kasih Juruselamat adalah kasih yang bodoh dan berbahaya. Kasih tanpa kematian Sang Juruselamat tidak memberi kebahagiaan. Kasih dan kematian menyatu dalam kesengsaraan Sang Juruselamat sehingga kita tidak dapat memiliki yang satu di dalam hati kita tanpa yang lain.
Di Kalvari, kita tidak dapat memiliki kehidupan tanpa kasih, atau kasih tanpa kematian Sang Penebus.” Perkataan dari Santo Fransiskus de Sales ini mengingatkan bahwa kematian Yesus di kayu salib adalah ungkapan nyata kasih yang tertinggi. Pertanyaannya, bagaimana kematian justru memperlihatkan kasih? Injil Yohanes menyinggung kebenaran ini dalam wejangan Yesus kepada murid-murid-Nya menjelang kematian-Nya (Yoh. 13:31-35).
Yesus berkata, “Sekarang Anak Manusia dimuliakan, dan Allah dimuliakan dalam Dia.” Kemuliaan yang dimaksudkan Yesus di sini bukanlah kemegahan, keagungan, dan kehebatan duniawi. Sebaliknya, kemuliaan ini menunjuk pada pengangkatan diri Yesus di salib, peristiwa penyaliban diri-Nya. Mengapa justru penyaliban adalah momen kemuliaan Allah Bapa dan Yesus, Putra-Nya? Sebab, dalam penyaliban nampak nyata apa itu kasih sejati. Di salib, terlihat bahwa kasih sejati Yesus, yang menghadirkan kemuliaan Allah, adalah kerelaan diri-Nya untuk mengorbankan nyawa bagi orang lain. Kristus yang tersalib memberikan penghormatan dan kemuliaan tertinggi kepada Bapa-Nya melalui ketaatan dan kerelaan-Nya untuk mengorbankan nyawa-Nya.
Setelah berbicara tentang kemuliaan Allah karena kematian-Nya di kayu salib, Yesus berbicara tentang perintah untuk saling mengasihi di antara pengikut-Nya. Yesus mengatakan perintah ini adalah perintah baru. Padahal, perintah ini sebenarnya sudah ada dalam Perjanjian Lama (Ul. 6:5; Im.19:18). Jika Yesus mengatakan ini perintah baru, di mana letak kebaruannya? Yesus mengatakan, “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34). Kebaruannya terletak pada kalimat “sama seperti Aku telah mengasihi kamu.” Ini tidak lain adalah kesediaan untuk menyerahkan nyawa bagi orang lain. Ini adalah kasih yang radikal. Tidak semua mampu mencapai level kasih semacam ini. Ini adalah sebuah tantangan ideal yang harus dikejar.
Kasih Yesus di kayu salib mencerminkan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, pengorbanan, pengampunan, dan belas kasihan yang tak terpahami. Perintah baru Yesus untuk saling mengasihi ini akan sungguh terlihat tatkala dihadapkan pada penderitaan, penolakan dan penindasan. Jika berada dalam kondisi seperti ini, masihkah orang bisa saling mengasihi dengan berani berkorban satu sama lain? Di sinilah perintah baru Yesus ini akan mendapat batu ujiannya.
Sebagai murid Kristus di tengah zaman yang diwarnai dengan konflik dan kebencian, perintah baru Yesus untuk saling mengasihi akan semakin relevan untuk menjadi pengangan bagi kita. Kasih adalah trademark dan identitas pengikut Kristus. Kasih dalam semangat Kristus, bukanlah pertama-tama letupan emosi yang menyenangkan, bukanlah rasa berbunga-bunga, dan bukan sekadar ketertarikan personal. Kasih ini sebenarnya sangat praktis, dinamis dan menuntut sebuah tindakan konkret, yaitu pengorbanan. Dalam karyanya Apologeticus, Tertulianus mencatat bahwa orang-orang kafir pada zamanya mengagumi tindakan saling mengasihi orang Kristen: “ Lihat bagaimana mereka saling mengasihi satu sama lain! . . . bagaimana mereka bahkan siap mati satu sama lain!”
Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mengasihi satu sama lain tanpa pamrih, berkorban, dan belas kasihan? Pengorbanan tentu tidak harus menyerahkan nyawa sampai mati. Kita juga bisa mengungkapkan kasih dalam bentuk pengorbanan dalam tindakan sederhana di komunitas gerejawi kita. Misalnya, berpartisipasi dalam doa lingkungan, berkumpul bersama untuk membaca dan merenungkan Sabda Allah dalam ibadah bersama, pergi ke gereja pada hari minggu untuk berjumpa dengan umat lain. Ini adalah sebagian contoh pengorbanan. Minimal, mengorbankan sedikit waktu kita untuk saling mendukung sebagai satu komunitas.
Komunitas gerejawi akan semakin kokoh jika anggotanya saling mengasihi. Namun, saling mengasihi menuntut pengorbanan. Beranikah kita menjalankan perintah baru Yesus Kristus ini?
Kasih adalah trademark dan identitas pengikut Kristus.
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 20, Tahun Ke-20, Tahun Ke-79, Minggu, 18 Mei 2025