HIDUPKATOLIK.COM – BARU saja Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas (FCh) mengawali sebuah tahun penuh syukur, yaitu menyongsong 100 tahun kehadirannya di Indonesia pada tanggal 9 Juli 2026.
Perayaan diawali dengan Ekaristi kudus yang dipimpin langsung oleh Uskup Agung Palembang (KAPAL), Mgr. Yohanes Harus Yuwono. Uskup berpesan, dalam homilinya, para Suster FCh agar tetap setia kepada Tuhan. Pesan ini tentu saja mengandung makna dan pesan mendalam.
FCh kini telah menjadi kongregasi yang mandiri. Kemandirian itu tentu saja mengindikasikan eksistensi kongregasi yang dulunya menginduk pada Kongregasi di Belanda kini – seperti tagline yang diusung dalam menyongsong 100 tahun ini: Berakar dan Berbuah dalam Sukacita – kian menjadi kongregasi yang bertumbuh subur dengan beragam karya di bidang kesehatan, pendidikan, sosial, pastoral, dan lain-lain.
Selain di KAPAL, FCh telah mengembangkan karyanya ke Keuskupan Agung Samarinda, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan Padang, Keuskupan Tanjungkarang, dan Keuskupan Timika, Keuskupan Breda di Belanda, Keuskupan Paramaribo di Suriname, dan Keuskupan Jackson di Mississippi, Amerika Serikat.
Karya pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan dapat disebut sebagai “brand” FCh. Siapa yang tak mengenal Charitas Hospital di jantung Kota Palembang. Rumah Sakit ini telah melahirkan rumah sakit/klinik lainnya. Begitu juga dengan yayasan pendidikan.
Tanpa mengecilkan karya-karya di bidang lain, kehadiran FCh telah dirasakan oleh begitu banyak orang dari pelbagai lapisan masyarakat. Hal itu menujukkan, seperti disinyalir Uskup Harun, tanda kesetiaan FCh pada Kristus melalui penghayatan spiritualitas Kongregasi.
Kesetiaan yang telah teruji sejak lima orang Suster FCh berlayar dari Belanda ke Batavia (Suster M. Raymunda Hermans, Suster M. Chatarina Koning, Suster M. Alacoque van der Linden, Suster M. Caecilia Luyten, dan Suster M. Wilhelmina Blesgraaf). Masa-masa awal yang tidak mudah. Bisa dibayangkan seperti apa para misionaris perdana mengawali karya pelayanan. Masa-masa yang sulit itu memuncak pada masa pendudukan Jepang (1942-1945).
Para Suster FCh tak luput dari kekejaman tentara Jepang. Bersama dengan para imam dari Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ) dam uskup pada saat itu, para suster disekap di dalam kamp-kamp penjara. Di masa-masa yang sanga sulit ini, para Suster FCh tak kehilangan akal. Di kamp-kamp tahahan pun mereka terus melayani para tahanan yang sakit. Kesetiaan mereka pada perutusan Kristus sungguh-sungguh teruji.
Seratus tahun penziarahan (tahun 2026 nanti), oleh FCh ingin diletakkan dalam bingkai refleksi dengan rangkaian kegiatan. Para Suster diajak bertanya pada diri sendiri, apa yang masing-masing suster dapat berikan kepada Kongregasi.
Kini tantangan yang dihadapi berbeda dengan perjalanan penziarahan selama 99 tahun lalu. Gereja dan bangsa Indonesia telah merasakan tangan-tangan kasih para Suster FCh sebagai tanda kesetiaan mereka pada Tuhan. Kita berharap, seperti Uskup Harun, FCh akan terus memberikan pelayanan terbaik melalui pelbagai karya yang makin berakar, makin bertumbuh, dan makin berbuah.
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 29, Tahun Ke-79, Minggu, 20 Juli 2025






