web page hit counter
Jumat, 5 Desember 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Tanda Panggilan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Saya menyadari bahwa setiap kali melihat tahbisan imamat, ada perasaan haru yang tidak bisa saya gambarkan. Saya pun meneteskan air mata. Ketika salah satu teman saya ditahbiskan menjadi imam Yesuit, perasaan haru itu muncul lagi. Di sisi lain, perasaan berbeda muncul ketika teman-teman saya menikah. Saya malah merasakan sukacita. Apa arti perasaan haru ini ya, Pastor? Apakah ini salah satu tanda panggilan? Atau tanda lainnya? Bagaimana menentukan bahwa rasa haru itu adalah “suara lembut Tuhan yang memanggil?”

Adi, Jakarta

HALO Adi, terima kasih, karena pertanyaanmu menghidupkan kembali sejarah panggilan saya. Bersama dengan teman-teman misdinar, saya dulu sering diajak romo paroki menghadiri tahbisan imam. Bila teman saya suka jalan-jalannya, saya lebih tertarik menyaksikan acaranya: terharu saat para diakon meniarap diiringi Litani Para Kudus (sikap totus tuus), dan saat tangan mereka diurapi. Saat-saat seperti itu tidak ingin saya lewatkan. Meskipun masih kecil saya merasa ingin ditahbiskan juga suatu saat nanti … dan ternyata saya sudah imam sekarang ini.

Keterharuan yang kuat bisa saja menjadi tanda panggilan imamat, apalagi bila disertai dengan sukacita yang mendalam. Namun dua tanda bagus itu barulah merupakan pintu awal. Saya anjurkan Adi perlu terus mendalaminya lagi karena akhirnya panggilan itu merupakan sebuah perjalanan yang terdiri atas pemurnian-pemurnian. Dalam kenyataannya, tanda awal itu bisa ambigu, kurang jelas, dan baru kemudian makin jelas ketika kita mengikutinya. Bahkan bisa sebaliknya, apa yang kita sangka tanda, kemudian ternyata lebih merupakan perasaan saja, sesuai kondisi psikologis kita saat itu. Pemurnian itu berlanjut bahkan sesudah orang ditahbiskan.

Berikut ini saya sharing-kan beberapa tanda penting.

Pertama, adanya suatu keinginan yang terus-menerus muncul. Misalnya, setiap kali melihat tahbisan, keinginan itu muncul. Atau ketika melihat imam tertentu, membaca kisah tertentu atau melihat orang-orang miskin terlantar dan sebagainya. Setiap kali keinginan itu muncul, biasanya ada suatu pengalaman yang berbeda seperti sukacita, damai, serta kegelisahan untuk menjawabnya.

Kedua, keinginan itu biasanya disertai dengan motivasi untuk hidup kudus dan melayani Tuhan dan kerajaan-Nya. Ini membedakan panggilan dari ambisi atau cita-cita biasa. Panggilan Tuhan mengundang kita untuk membaktikan hidup bagi orang lain, ingin berguna bagi banyak orang dan bukan untuk diri sendiri saja. Sementara ambisi atau cita-cita cenderung mengarah pada pemenuhan diri sendiri, kesuksesan atau kebanggaan diri. Pada panggilan yang sejati kita terdorong ingin menghidupi keutamaan-keutamaan kristiani lebih dari pencapaian diri. Dalam kasus tertentu, sering terjadi bahwa seseorang terpanggil setelah pengalaman pertobatan tertentu yang mendorongnya untuk hidup  baru dan menyerahkan dirinya untuk Kerajaan-Nya.

Ketiga, dalam benih panggilan imamat, biasanya ada ketertarikan pada pekerjaan-pekerjaan imam. Misalnya kita ingin merayakan Ekaristi, ingin melayani di tempat terpencil, dekat dengan orang miskin dan terpinggirkan, atau untuk menjadi misionaris. Pekerjaan itu menantang dan berat, namun membawa sukacita dan bermakna. Tidak heran, kesaksian dari imam-imam yang hidupnya baik dan tulus dalam karyanya sering menarik hati orang muda. Ketertarikan untuk terlibat melakukan pekerjaan yang sama juga merupakan tanda panggilan.

Bila seseorang terpanggil, biasanya keinginan atau kerinduan tersebut muncul berulang-ulang. Seseorang bisa secara positif menanggapinya, memulai langkah pertama melalui Seminari Kecil atau Seminari Menengah dan Kelas Persiapan Atas (sesudah SMA). Namun kadang kala terjadi bahwa orang lambat menanggapinya. Ada yang selalu menolak bila keinginan itu muncul. Namun karena panggilan itu ada dalam diri, panggilan itu terus muncul lagi. Kalau mengalami hal seperti ini, sebaiknya kita meminta bimbingan rohani, atau datang ke tarekat imam tertentu atau keuskupan. Beberapa tarekat biasanya membuka kesempatan untuk para calon yang sudah selesai kuliah atau bekerja dan mendampingi calon seperti ini, untuk membuat keputusan yang tepat. 

Pastor Gregorius Hertanto, MSC – Rektor Unika De La Salle Manado, Sulawesi Utara

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No 38, Tahun Ke-79, Minggu, 21 September 2025

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles