Sinode Berdebat Perpisahan Keluarga

201
Paus Fransiskus bersama Bapa Sinode mendoakan para pelaku skandal dalam Gereja
[cna.com]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Bahasan soal keluarga dan kemungkinan perpisahan dalam perkawinan mengundang debat pada minggu kedua Sinode Keluarga. Topik itu mewarnai refleksi para Bapa Sinode pasca pembahasan topik rahmat dan kemurahan Allah dalam keluarga.

Pengalaman pastoral para Bapa Sinode begitu beragam. Disadari,pendekatan pastoral yang khas Gereja lokal perlu dipertimbangkan guna menangkal aneka masalah baru dalam perkawinan dewasa ini. Uskup Agung Ouagadougou, Burkina Faso, Kardinal Philippe Nakellentuba Ouédraogo dan Uskup Agung Bogotá, Kolombia, Kardinal Rubén Salazar Gómez, menegaskan perbedaan signifikan problem keluarga antara Eropa dan Afrika. Eropa berambisi mengatasi asalah perpisahan. Sedangkan di Afrika, masalah tamanya adalah poligami.

Gereja universal mesti mempertimbangkan situasi partikular di tiap wilayah. “Gereja Afrika bukan berhadapan dengan perkawinan antara dua pribadi, melainkan pernikahan poligami,” ujar Kardinal Ouédraogo seperti dilansir RadioVatikan 14/10.

Gereja Katolik mengakui sifat pernikahan yang monogami dan tak terpisahkan atau tak terceraikan, kecuali oleh maut. Konsekuensinya, bila orang bercerai dan menikah lagi secara sipil padahal masih terikat Sakramen, mereka tak dapat menerima Komuni karena hidup dalam perzinahan dan dosa. Pastoral Gereja memungkinkan terjadinya pembatalan pernikahan dalam kasus ketidakdewasaan, penyakit psikologis, penipuan, dll.

Paus Fransiskus berusaha merefleksikan secara baru pendekatan Hukum Gereja. Pada dasarnya, Allah itu murah hati sehingga tiap orang bisa mengalami keselamatan. Gereja dengan Sakramen Rekonsiliasi dan Ekaristi mesti merangkul umat yang gagal dalam perkawinan pertama dan menikah lagi secara sipil.

Dasar Biblis
Para Bapa Sinode sepakat, Kitab Suci harus mendasari perumusan misi dan panggilan keluarga. Kalimat “tak terceraikan” dalam Hukum Gereja perlu dijelaskan dengan bahasa yang lebih positif. Artinya,”tak terceraikan” bukan beban hidup berkeluarga, tapi panggilan penuh harapan dan suka cita.

Perumusan ini memotivasi kaum muda. Masalah utama kaum muda dewasa ini adalah takut membuat komitmen dalam Sakramen Perkawinan. Boleh jadi, kekhawatiran ini akibat kakunya aturan dalam Gereja. Gereja terlalu berfokus melihat masalah moral dalam ajaran perkawinan dan mengabaikan aspek teologis yang bersumber pada Kitab Suci.

Namun, belum semua Bapa Sinode sepakat dengan pertimbangan pastoral itu. Uskup Agung München dan Freising, Jerman, Kardinal Reinhard Marx misalnya. “Kita harus mempertimbangkan kemungkinan pastoral berdasarkan tiap kasus individu. Kita tak bisa secara general mengakomodasi orang yang keluar sebagai anggota Gereja, bercerai dan menikah lagi, lantas begitu saja menerima Sakramen Tobat dan Komuni,” katanya.

Bapa Suci mendorong Bapa Sinode merefleksikan “pastoral belas kasih”. “Hanya dengan pengampunan, pastoral belas kasih yang ditunjukkan Allah kian nyata,” ujar Bapa Suci seperti dirilis Radio Vatikan 14/10.

Yusti H. Wuarmanuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here