Tiga Kata Kunci Perkawinan Katolik

597
Mgr Ignatius Suharyo memerciki pasangan suami istri dengan air suci setelah mereka memperbarui janji perkawinan.
[HIDUP/Maria Pertiwi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Tujuh puluh pasangan suami istri yang sudah kelihatan sepuh mengikuti prosesi Misa Hari Perkawinan Sedunia yang digelar di Gereja St Matias Rasul, Kosambi, Jakarta Barat.

Mereka bergandeng tangan berarak dan kemudian mengambil tempat duduk yang disediakan untuk mengikuti Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, pada Minggu, 14/2.

Acara Misa Hari Perkawinan Sedunia seperti itu pernah diadakan setidaknya tiga kali di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Dua acara sebelumnya, diadakan di Gereja St Laurensius, Alam Sutera, Tangerang.

Pasangan suami istri yang diundang dalam Perayaan Ekaristi itu adalah mereka yang sudah menjalani biduk perkawinan lebih dari 40 tahun. Mereka berasal dari berbagai paroki di KAJ. Misa dipimpin oleh Mgr Ignatius Suharyo, didampingi oleh sembilan imam.

Dalam homilinya, Mgr Suharyo mengingatkan bahwa Sakramen Perkawinan yang telah diterima dan dihayati para pasutri mesti disyukuri setiap hari. Perayaan ini menjadi penting, ketika umat Katolik menyadari di tengah-tengah sejarah umat manusia ada arus yang semakin deras untuk menolak institusi, termasuk institusi perkawinan. Mereka menolak komitmen yang tetap. Ada yang menganggap yang paling cocok adalah komitmen jangka waktu tertentu. “Padahal keyakinan kita, perkawinan adalah komitmen seumur hidup,” katanya.

Akhir-akhir ini muncul istilah baru seperti hidup bersama, pasangan sejenis, pengangkatan anak oleh pasangan sejenis. Di tengah arus dunia seperti ini, merayakan Hari Perkawinan Sedunia yang digagas pada 1981 dan diresmikan pada 1983 menjadi semakin berarti. “Dengan merayakan Hari Perkawinan Sedunia, kita ingin menegaskan bahwa perkawinan adalah panggilan menuju kesempurnaan kasih dan kepenuhan hidup kristiani,” ujar Mgr Suharyo.

Menurut Mgr Suharyo, ada tiga kata kunci yang perlu dihayati dalam hidup perkawinan, yakni kesetiaan, pengorbanan, dan kegembiraan atau sukacita. Ketiganya menjadi pegangan menuju kesempurnaan kasih dan kepenuhan hidup kristiani. Kesetiaan dan pengorbanan yang disatukan dengan kesetiaan dan pengorbanan Kristus akan berbuah kegembiraan.

Arswendo Atmowiloto yang turut mensyukuri 45 tahun hidup perkawinannya bersama sang istri mengamini apa yang disampaikan Mgr Suharyo dalam homili. “Intinya kita mesti selalu bersyukur dalam pengorbanan dan kesetiaan, untuk merasakan kegembiraan dalam hidup perkawinan. Kita mesti menghargai keluarga,” kata budayawan dan penulis itu.

Sementara itu, menurut Koordinator Marriage Encounter (ME) Nasional, pasangan suami istri Ina-Hardono, tujuan diselenggarakannya Misa Hari Perkawinan Sedunia adalah untuk menghormati komitmen sebagai suami-istri dan mengingatkan akan janji perkawinan. Tahun depan, Misa Hari Perkawinan Sedunia akan digelar di Gereja Stella Maris Pluit, Jakarta Barat.

 

Maria Pertiwi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here