Homili harus Melahirkan Kerinduan. Sebuah Buku yang Menelanjangi Homili Para Pengkhotbah yang Tidak Siap

522
2.5/5 - (2 votes)

 

 

 

Judul: Homili yang Membumi

Penulis: Robert Bala

Penerbit: PT Kanisius, 2017

Tebal: 320 hlm

ISBN: 1017001013

Dicere ad persuadendum accomodate, yang artinya, “berbicaralah dengan acara yang baik sehingga dapat mempengaruhi orang”. Begitulah kalimat kunci para orator klasik di Yunani dan Sisilia untuk menggerakan hati umat dalam sebuah homili atau khotbah, hlm 291-292.

“Kamu bisa berkhotbah lebih baik dengan hidupmu ketimbang dengan bibirmu” itulah kata-kata Oliver Goldsmith yang mengingatkan pentingnya kesaksian hidup dalam homili. Seseorang perlu menghidupi apa yang dikhotbahkan dan mengkhotbahkan apa yang dihidupi. St Hieronimus menegaskan kesaksian hidup adalah yang terpenting. Yang diwartakan adalah apa yang dihidupi. Selain itu, St Ambrosius menulis seorang pengkhotbah harus melakukan apa yang dikhotbahkan sehingga hal itu bisa diteladani oleh mereka yang mendengarkan homilinya, hlm 239-241.

Homili yang menarik hendak bertumbu pada tiga hal yakni seseorang harus memiliki sesuatu untuk disampaikan, hal yang mau disampaikan harus memiliki ide, gagasan, peristiwa, kabar yang bermanfaat untuk diketahui oleh orang lain, serta pengkhotbah harus tahu membuat orang merasa tertarik pada homili, hlm 289-291.

Para pastor tidak boleh menutup telinga terhadap keluhan umat melainkan membuka telinga untuk merasakan penderitaan umat dalam setiap perayaan Ekaristi karena ternyata homili tidak menjawab harapan mereka. Hal itu ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium art135. Artikel ini menekankan perlunya upaya untuk mengadakan evaluasi serius dan membangkitkan komitmen untuk memperbaiki homili. Paus mengharapkan perubahan bukan untuk mengkritik semua model homili. Homili diperbaharui agar lebih menyapa relung umat dan Sabda Tuhan dapat mengena, hlm 69-70.

Ibarat induk ayam

Leonardo Boff, teolog menghadirkan analogi elang dan induk ayam. Para teolog Amerika Latin, Leonardo Boff, Jon Sobrino, dan Gustavo Gutierrez menawarkan konteks berteologi dari dan dengan orang miskin, bukan spekulatif dan abstrak. Berteologi harus seperti induk ayam yang selalu menjaga kakinya di bumi, hlm 213-214

Homili merupakan aktivitas berteologi. Homili yang membumi hendaknya, pertama, membahas hal-hal yang di atas tentang janji surgawi tetapi ia harus bertolak dari realitas hidup kini dan di sini. Kedua, homili yang membumi mengandaikan penghotbah menggunakan bahasa yang digunakan oleh orang-orang sederhana. Ketiga, homili yang membumi harus melahirkan kerinduan untuk mencapai hal-hal yang lebih tinggi, hlm 214-215.

Buku “Homili yang Membumi” karya Robert Bala mengajak pembaca untuk bisa menelanjangi homili para pengkhotbah yang kerap kurang disiapkan, kurang update atau mungkin kurang tersampaikan dengan baik kepada umat.

Robert Bala yang melewati pendidikan Filsafat dan Teologi di STFK Ledalero Maumere – Flores dan mendalami Teologi Pastoral dengan spesialisasi Homiletika di Universidad Pontifica de Salamanca Spanyol mengupas Homili yang Membumi setebal 320 halaman, membaginya dalam 5 bab dan diulas dalam 48 tema yang menarik dan relevan. Semoga buku ini menjawab kerinduan umat yang sudah bosan dengan doktrin-doktrin yang melayang-layang.

(Ignas Iwan Waning, Palembang)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here