Romo di Jember Fashion Carnaval

648
Nolaskus Harsantyoko OCarm.
[NN/Dok.Pribadi]
4/5 - (4 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Dapatkah karya pastoral selaras dengan minat dalam dunia seni dan fashion? selain membangkitkan kreatifitas, fashion pun bisa menjadi sebuah kesaksian.

Terik surya yang berada di puncak siang tak menyurutkan antusias ratusan ribu manusia yang membludak di jalan utama Kota Jember, Jawa Timur, pada 9-13 Agustus 2017. Hari itu sedang dilangsungkan Jember Fashion Carnaval (JFC) ke-16. Karnaval tahunan tingkat internasional ini telah mampu menyedot penonton dan peserta tak hanya dari Jember, tapi juga dari seluruh Indonesia, bahkan dari mancanegara.

Di antara ratusan peserta JFC edisi ke-16 ini, ada satu sosok dengan kostum bernuansa Papua yang langsung menyita perhatian. Dengan ornamen bulu yang menjuntai di sekujur tubuh, dan dominasi kuning pada kostum yang melekat, ia bagaikan seorang dewa yang datang dari kisah-kisah dongeng. Siapa sangka, bahwa sosok di balik kostum itu adalah Romo Nolaskus Harsantyoko OCarm. Saat itu, Romo Hari, demikian ia disapa, lewat di tengah kerumunan penonton, beberapa bahkan berteriak, “Romo… Romo….”

Keterlibatan Romo Hari di festival fashion paling ramai di Nusantara ini bermula sejak tiga tiga tahun lalu. Awalnya, Romo Hari datang ke JFC hanya untuk memotret acara ini. Namun pada 2015, ia malah ikut serta menjadi salah satu peserta. Menurutnya, ini adalah kesaksian. Di ajang ini, ia juga ingin mengkampanyekan dialog dan persaudaraan.

Awalnya Fotografer
Ketika tahun 2014 bertugas di Paroki St Maria Tak Bernoda, Tanggul, Jember, Jawa Timur, Romo Hari berkesempatan menjadi salah satu fotografer di ajang JFC. Berada di tengah JFC hanya untuk memotret, ternyata tidak memuaskan jiwa seni yang sudah sejak lama ada dalam dirinya. Di sinilah, Romo Hari lalu berpikir, mengapa ia tidak sekalian saja ikut serta menjadi talent (peserta) di JFC berikutnya.

Setahun kemudian, Romo Hari benar-benar mewujudkan mimpinya. Ia mendaftar sebagai talent untuk ajang JFC edisi ke-14 tahun 2015. Motivasinya ikut kegiatan ini sebenarnya karena ingin ikut kelas pelatihan bagi peserta JFC. Menurutnya, dengan ikut pelatihan, ia dapat belajar melukis, desain, cara membuat kostum, belajar koreografi, serta dekorasi. “Sejak kecil saya sudah senang kesenian, jadi keikutsertaan dalam pelatihan hanya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan saja,” ungkap imam dari Ordo Karmel (Ordo Fratrum Beatissimæ Virginis Mariæ de Monte Carmelo/OCarm) ini.

Awalnya hanya ingin belajar, namun siapa sangka, di kesempatan pertama ini Romo Hari langsung “unjuk gigi”. Ia berhasil menyabet penghargaan sebagai penampil terbaik untuk tema “Lionfish” di ajang JFC ke-14 ini. Setahun kemudian, ia pun menyabet penghargaan di JFC ke-15. “Saya hanya berusaha membuat yang terbaik,” kata Romo Hari.

Berhasil mengukir prestasi di JFC, nama Romo Hari menjadi semakin dikenal. Saat ini, Romo Hari bahkan telah diminta untuk menjadi salah satu pelatih dalam beberapa kelas persiapan JFC. Dalam kelas pelatihan, Romo Hari melatih peserta-peserta yang baru untuk dapat membuat kostum yang nantinya akan ditampilkan dalam JFC. Romo Hari mengungkapkan, peserta semua berangkat dari nol. Namun, setelah melalui pelatihan, mereka mampu menampilkan hasil karya yang spektakuler.

Kembangkan Potensi
Bakat seni Romo Hari tidak datang begitu saja, sejak sekolah di SMP Pangudi Luhur Solo, ia sudah berkesempatan mengikuti berbagai karnaval di Kota Batik ini. Romo Hari mengenang, ketika SMP ia ikut karnaval sepeda hias.

Dua hal yang menjadi kunci dalam pelatihan menjelang JFC adalah kreativitas dan eksperimen.

Romo Hari mengungkapkan, kostum harus berbicara tentang situasi dunia dan Indonesia yang sedang berkembang kini. Kostum yang baik juga mampu menampilkan nilai budaya yang kaya. Romo Hari Mencontohkan, dalam tema “Papua” tahun lalu, ia ingin menunjukkan kekayaan budaya Papua. Sehingga, dalam kostum yang ia buat, ia memasukkan unsur-unsur budaya Papua di dalamnya. Dengan ini, kostum dengan sendirinya menampilkan kebhinnekaan yang menjadi ciri Indonesia. “Kostum yang baik harus menampilkan nilai-nilai budaya, atau juga pesan-pesan lingkungan, bahkan pesan kebhinnekaan dan kemanusiaan.”

Sejak tahun lalu, Romo Hari bertugas sebagai Kepala Paroki St Maria Dari Gunung Karmel Sumenep, Jawa Timur. Meski semakin jauh dari Jember, Romo hari masih tetap aktif dalam JFC. Yang terbaru, Romo Hari terlibat dalam penampilan JFC di Mal Lippo Kemang Jakarta Selatan pada akhir tahun lalu.

Tahun lalu, Paroki Sumenep terlibat dalam Karnaval Budaya memperingati Kemerdekaan Indonesia tingkat Kabupaten Sumenep. Menurut Romo Hari, dengan keterlibatan ini, Gereja disambut oleh Pemerintah dan masyarakat Sumenep. Kiprah Romo Hari dalam JFC ternyata diketahui juga oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sumenep. Mulai tahun ini, Romo Hari diminta melatih anak-anak muda di Sumenep untuk dapat membuat kostum seperti di ajang JFC di Jember.

Sekaligus Kesaksian
Aktif dalam dunia fashion, tetap saja Romo Hari tidak melupakan tugas utamanya sebagai seorang imam. Ia mengakui, tugas melayani umat tetap menjadi prioritas nomor satu. Setiap kali ikut dalam kegiatan JFC, Romo Hari masih tetap menjalankan pelayanan sakramental di paroki. “Tugas pastoral tetap nomor satu, paling hanya mengubah jadwal Misa saja kalau pas sedang berhalangan,” kata Romo Hari.

Romo Hari mengungkapkan, dalam ajang JFC, ia tetap mengenalkan diri sebagai seorang imam. Romo Hari pun mengakui, panitia juga mengetahui kalau ia adalah seorang imam dari Gereja Katolik. Menurutnya, bersaksi tidak harus dalam khotbah atau dengan ceramah, namun dengan ikut serta di tengah JFC, ia sekaligus bersaksi sebagai orang Katolik kepada orang yang ada di JFC. “Mereka tahu saya sebagai imam ikut serta dalam JFC, panitia bangga ada seorang imam ikut dalam JFC.”

Romo Hari ingin membuka wawasan umat lewat kegiatan karnaval ini baik di JFC maupun yang diadakan di Sumenep. Ia melibatkan tidak hanya orang muda namun seluruh umat. “Selama ini umat kurang peduli bahkan terkesan kurang berbaur dengan kegiatan kemasyarakatan, dengan mendorong umat untuk ikut, maka umat katolik tidak saja hadir namun juga terlibat dalam masyarakat.”

Romo Nolaskus Harsantyoko OCarm
TTL: Solo, 28 Juni 1968
Kaul Pertama : 9 Juli 1989
Kaul Kekal : 1995
Tahbisan : 3 Oktober 1996

Pendidikan :
• SD Pangudi Luhur Solo (lulus tahun 1980)
• SMP Kanisius I Solo (1980 – 1983)
• SMA Seminari Menengah Marianum Malang (1983 – 1987)

Prestasi di JFC :
• JFC 2015 : Best Lionfi sh Costume
• JFC 2016 : Best Papua Costume
• JFC 2017 : Best Lionfi sh Costume

Antonius E. Sugiyanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here