Putri dari Ruang Sakristi

3232
Putri Sakristi Paroki St Monica, Serpong saat perarakan sebelum Misa.
[Dok. Vanditya]
3/5 - (6 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Melayani dengan rendah hati, berpartisipasi dengan sepenuh hati.

Putri-Putri berbusana putih gading, dengan rambut terkuncir rapi berjalan mengawali perarakan mengiringi para petugas liturgi saat keluar dari ruang sakristi menuju ke altar. Sesampainya di depan altar, mereka berhenti. Bersama misdinar dan petugas liturgi yang lain, mereka hening menunggu saat imam menundukkan kepala hormat kepada altar.

Pemandangan semacam ini terlihat salah satunya di Katedral St Maria Diangkat ke Surga, Jakarta. Mereka adalah Putri Sakristi yang sedang bertugas. Setiap kali Misa, tidak duduk bersama petugas liturgi. Mereka mengambil tempat duduk di barisan pojok depan bangku umat.

Seperti tersirat pada namanya, Putri Sakristi juga menjadi salah satu bagian dalam pelayanan liturgi gereja. Layaknya Putra Altar, Putri Sakristi membantu dalam perayaan Ekaristi. Namun ada perbedaan yang sangat mencolok antara Putra Altar dan Putri Sakristi dalam melaksanakan tugasnya. Bak sebuah film yang diputar di bioskop, Putra Altar lebih “tampil” di hadapan umat, sedangkan Putri Sakristi memiliki peran “belakang layar”.

Menjadi Pelayan
Putri Sakristi ini mengemban tugas untuk melayani altar sebelum dan sesudah Misa. Ketua Putri Sakristi Paroki St Laurensius Alam Sutera, Maria Benedicta Susanto mengungkapkan, ia tertarik ketika melihat sang kakak yang terlebih dahulu bergabung menjadi Putri Sakristi. “Melihat cici (kakak perempuan-Red) tugas, jadi ingin aktif dan coba mendaftar,” tuturnya.

Pada 2013, Benita, panggilan hangatnya, mendaftar sebagai Putri Sakristi di Paroki Alam Sutera. Tidak mudah bagi dirinya untuk dapat bertugas melayani di dalam gereja sebagai Putri Sakristi. Pasalnya, ia harus melalui serangkaian tahap dari mulai wawancara, pelatihan, hingga pelantikan. Dalam proses pelatihan ini, ia belajar aneka materi baik teori dan praktik. Beberapa yang ia ingat, sebelum akhirnya bertugas, setiap anggota Putri Sakristi harus mengenal istilah-istilah liturgi, alat-alat liturgi, dan warna liturgi. Pengetahuan ini akan dinilai dalam sebuah ujian tertulis dan praktik. “Kami pelatihan satu Minggu sekali setelah Misa pagi. Dimulai dari pukul 10.30-13.00,” terangnya.

Serangkaian pelatihan yang didapat Benita selama satu tahun itu menjadi modal bagi dirinya. Setelah masa latihan ini, ia dilantik secara resmi pada Oktober 2014.

Jadwal tugas Putri Sakristi di Paroki Alam Sutera dibagi menjadi beberapa kelompok. Dari delapan kali Misa setiap hari Minggu, anggota Putri Sakristi bertugas seusai jadwal yang sudah ditetapkan. “Dari 165 anggota aktif, kami bagi dalam kelompok. Satu kelompok terdiri dari lima sampai enam orang,” jelas Benita. Secara bergantian masing-masing kelompok bisa mendapatkan tugas dalam kurun waktu tiga minggu sekali.

Menurut Benita, selama ia menjadi Putri Sakristi, ia tak merasakan kendala berarti. Ia selalu bersemangat dalam melakukan tugasnya sebagai pelayan gereja. Selain menyiapkan semua kebutuhan Misa, para Putri Sakristi ini juga harus banyak berkoordinasi dengan petugas liturgi lain. “Kami harus hafal warna liturgi. Karena kami menyiapkan pakaian pastor sesuai warna liturgi, kemudian petugas lain biasanya melihat pakaian pastor yang sudah kami siapkan dan mengikuti warnanya. Jadi jangan sampai salah,” tegasnya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Putri Sakristi di Paroki Alam Sutra harus mengenakan pakaian liturgi. Mereka menggunakan jubah berwarna putih gading dengan ikat pinggang sesuai warna liturgi. “Dulu kami sempat memakai slendang seperti stola, namun setelah tahu, kami tidak diperkenankan memakai atribut yang sama dengan imam, maka kami memakai ikat pinggang yang warnanya disesuaikan dengan warna liturgi,” tutur Benita.

Selain mempersiapkan kebutuhan sebelum Misa dimulai, Benita dan teman-teman juga mengikuti Misa seperti umat lain. Mereka duduk di barisan depan dan berjaga ketika petugas liturgi membutuhkan bantuan. “Kami harus peka dan inisiatif. Memperhatikan kalau ada kode-kode yang diberikan, sehingga dengan sigap masuk ke ruang sakristi dan mengambil keperluan yang dibutuhkan,” ucap Benita.

Sebelum Misa dimulai, mereka bertugas menyalakan lentera yang biasa diletakkan di sudut-sudut altar. Pada saat Komuni, mereka membantu mengambil purifikatorium dari ruang sakrisi untuk diberikan kepada prodiakon ketika bertugas membagikan Komuni.

Benita berharap Putri Sakristi di parokinya semakin rendah hati untuk melayani dengan tulus bukan hanya untuk eksistensi semata. “Semakin dewasa, mandiri, dan bisa menjadi role model muda-mudi paroki. Ini juga sebagai sarana untuk dekat dengan Tuhan.”

Awal Hingga Akhir
Demikian halnya yang diungkapkan oleh Ketua Putri Sakristi Paroki St Robertus Bellarminus Cililitan Aprilia Ena Solenita Savelinda Nabunome. Putri Sakristi di paroki ini terbilang baru. Mereka sebelumnya tergabung dalam satu wadah, yaitu misdinar. Saat ini, setelah ada pemisahan anak putri tergabung dalam Putri Sakristi. Sedangkan misdinar, hanya terdiri dari anak putra. “Kami baru satu tahun lalu menjadi Putri Sakristi per Juli 2017. Sebelumnya, kami bertugas sebagai misdinar,” ungkap dara yang akrab disapa Ena.

Meskipun perannya bergeser dari misdinar, yang harus tampil di hadapan banyak orang, menjadi bertugas di bawah panti imam, namun ia tetap dengan rela melayani. Ena harus berada di gereja sekitar satu jam sebelum Misa. Ia dan teman-teman yang bertugas harus mengenakan kemeja putih lengan panjang dan rok hitam. “Dari rumah kami pakai kemeja putih dan rok hitam. Masuk ke ruang sakristi kami tetap menggunakan kemeja putih namun mengganti rok kami menjadi terusan merah yang panjangnya menutupi lutut,” jelas Ena.

Busana itulah yang mereka gunakan saat bertugas menjadi Putri Sakristi. Mereka juga menguncir rambut mereka, menyematkan selempang, doa bersama, baru kemudian mulai membagi tugas. Menyiapkan pakaian romo, mengisi sibori, menyiapkan piala, mengecek altar, tabernakel, buku Misa, dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga harus merapikan meja persembahan serta memastikan air suci di gereja harus bersih dan tidak kotor. “Air kotor tidak dibuang sembarangan, melainkan disiramkan ke tumbuhan,” ungkap Ena.

Jika Misa besar, mereka juga ikut melakukan perarakan barisan terdepan yang diurutkan sesuai tinggi badan dengan membawa lilin dan lentera. Mereka mengikuti Misa dengan mengambil tempat duduk di sebelah kanan altar berdampingan dengan petugas kor. Ena menjelaskan, setelah anamnesis, mereka masuk ke sakristi untuk mengambil lentera dan menemani prodiakon membagi Komuni.

Anggota Putri Sakristi Paroki Cililitan Wilhelmina Alub Ampasenan menambahkan, ketika Misa usai bukan berarti tugas mereka usai. Mereka masih bertanggungjawab membersihkan dan merapikan perlengkapan Misa. Satu per satu, alat-alat itu mereka bersihkan dan dikembalikan ke tempatnya semula. Hal ini dimaksudkan agar petugas berikutnya dapat dengan mudah mengambil dan mempersiapkan kebutuhan Misa.

Menurut Ena, tantangan terbesar ketika bertugas dalam perayaan-perayaan besar seperti Paskah dan Natal. Pada momen ini, umat yang datang lebih banyak, sehingga wilayah tugas pun lebih luas. Untuk itu, ia harus menjaga kondisi kesehatan agar bisa melayani dengan baik.

Alub mengatakan, menjadi Putri Sakristi membuatnya bisa lebih dekat melayani dan berinteraksi dengan imam. Karena harus mempersiapkan perlengkapannya, banyak kesempatan ia dapat berjumpa dan berdiskusi dengan imam di parokinya. “Kami biasa bertemu untuk tanya jawab dan mendapat masukkan yang bagus.”

Ena dan Alub berharap agar Putri Sakristi di Parokinya bisa terus ada dan berkembang, sehingga banyak lagi yang mau aktif dan terlibat dalam pelayanan di paroki. Mereka juga ingin setiap anggota tetap kompak, peka, peduli, dan saling merangkul.

Pasang Surut
Tidak mudah menjadi seorang Putri Sakristi. Hal ini dirasakan oleh Aurelia Genesia Sianturi, salah seorang Putri Sakristi di Paroki St Arnoldus Janssen Bekasi. Baginya, melewati proses pelatihan dan pendidikan untuk menjadi Putri Sakristi bukan hal yang sembarangan. Ia mengungkapkan tidak sedikit yang mengalami pasang surut panggilan dan harus keluar sebelum waktunya.

Dalam pendidikannya, para calon diharapkan memahami dan mengenal semua perlengkapan Misa. Pengetahuan ini termasuk nama beberapa pakaian yang akan dikenakan oleh imam saat Misa. “Tugas kami tidak hanya membantu romo saat di altar dan di Gereja tetapi ikut membantu koster mempersiapkan semua perlengkapan Misa mulai dari pakaian imam, piala, sibori, sampai hosti. Tak sedikit yang gugur dalam pelatihan karena kurang pahamnya menata dan mempersiapkan pakaian Imam,” ungkapnya.

Di samping itu, jadwal pelatihan di hari libur sekolah pun membuat beberapa calon Putri Sakristi gugur dengan sendirinya. Dengan berbagai alasan entah karena malas, ataupun ada kegiatan lain di luar pelayanan gereja mau tak mau dengan sendirinya timbul seleksi alam.

Marchella A. Vieba
Laporan : Aditya Mahendra

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here