Palestrina dan Musik Gereja

1038
Rate this post

Komposer Kepausan

Lukisan Giovanni Pierluigi da Palestrina. [smjohn.com]
Giovanni masih tidak menyerah untuk mengabdi pada musik Gerejawi. Pada Maret 1561, ia menerima tawaran untuk bergabung menjadi direktur musik di Basilika Santa Maria Maggiore.

Di sini, ia juga melatih paduan suara untuk sebuah seminari di Kota Roma yang baru dibentuk. Dua anaknya, Rodolfo dan Angelo menjadi siswa di sini.

Saat direktur musik di Vatikan Giovanni Animuccia meninggal pada tahun 1571, Giovanni ditawari untuk kembali mengambil pekerjaan yang dulu pernah dijalaninya yaitu sebagai direktur musik untuk Paduan Suara Kapel St Julian.

Dengan jabatan ini, ia berhak mendapat peningkatkan gaji dan kembali bekerja di Basilika St Petrus. Ketika ketenarannya yang semakin meningkat sebagai seorang komposer, gajinya pun dinaikkan sekali lagi. Dan sebagai pengakuan atas posisinya sebagai musisi Romawi, Takhta Suci menganugerahi gelar master musik pada 1578.

Serangkaian epidemi melanda Italia tengah pada akhir 1570­-an, istri dan dua putra Giovanni pun meninggal pada peristiwa ini. Meski ia juga jatuh sakit serius, namun ia dapat bertahan.

Berduka atas kematian istrinya, ia mengumumkan niatnya menjadi seorang imam. Ia pun sempat menjadi imam namun tak lama karena ia lalu menikah dengan Virginia Dormoli pada tahun 1981.

Pada tahun-­tahun setelahnya, Giovanni tetap mempertahankan posisinya di Basilika St Petrus dan terus menulis. Paus Gregorius XIII menugaskan ia dan Annibale Zoilo, untuk mengembangkan nyanyian liturgis tradisional yang dinyanyikan serempak.

Tugas itu ternyata cukup sulit dari hanya sekadar pekerjaan editorial, namun berkat tugas ini, Giovanni membuka jalan bagi aliran musik kreatif. Banyak dari karya yang dibuat pada masa ini lalu diterbitkan selama 12 tahun terakhir dari hidupnya. 

Karya yang diterbitkan ini termasuk juga volume komposisi untuk paduan suara yang berdasarkan Kitab Suci yang ia buat.

Baca juga: https://www.hidupkatolik.com/2017/05/08/7913/musik-liturgi-dan-sabda-tuhan/

Musik Palestrina
Musik gubahan Giovanni terkenal karena ia mempertahankan standar yang sangat tinggi, baik dalam karya untuk musik Gereja maupun untuk karya-­karya sekuler yang dihasilkannya. Dalam sekitar 105 karya musik yang diperuntukkan bagi Gereja, di sana terlihat banyak gaya yang berbeda.

Capella Victoria Jakarta saat tampil di Basilika di Sant’Ignazio di Loyola a Campo Marzio, Roma, Italia. [Dok.Capella Victoria Jakarta]
Jumlah suara yang digunakan pun berkisar dari empat hingga delapan. Harus diingat, kreativitas bermusik Giovanni berkembang justru saat Gereja Protestan mulai berkembang pesat di Eropa.

Pada masa itu, Protestan mengubah liturgi Gereja menjadi komposisi­-komposisi yang mudah dinyanyikan. Konsep ini diterima dengan baik di kalangan Gereja Protestan saat itu namun tidak di kalangan Gereja Katolik.

Pada masa ini, Giovanni ditugaskan untuk menulis musik suci khusus untuk Gereja, karya musik itu harus, indah, agung, dan mulia. Untuk tujuan ini, ia pun menciptakan karya-­karya yang memiliki nuansa polifonik yang unik. Karyanya terkenal karena banyak garis melodi yang berbeda, tetapi semuanya terdengar harmonis dan indah.

Selain menulis 104 musik Gereja, selama hidupnya Giovanni menghasilkan lebih dari 140 madrigal, ditambah lusinan karya suci lainnya. Ia juga menciptakan beragam himne, nyanyian pujian dan sekitar 300 motets. 

Komposisi “Missae Papae Marcelli” menjadi karya Giovanni yang menandai kebangkitan musik Gereja pada zaman Renaissance. Karya inilah yang menjadikannya dikenal sebagai salah seorang pembaru dalam karya musik Gereja.

Lukisan suasana Konsili Trente yang salah satu keputusannya berisi sikap Gereja tentang musik dalam Misa. [christianreformedink.wordpress.com]
Dalam Konsili Trente yang diadakan di Bologna, Italia, pada 1545-­1563 dihasilkan banyak keputusan tentang ritual dan sikap politik Gereja pada masa itu. “Missa Papae Marcelli” yang ditulis antara tahun 1561 dan 1562, akhirnya berhasil menjadi salah satu model bagaimana musik Gereja akan berkembang sejak saat itu.


Antonius E. Sugiyanto
HIDUP NO. 52 2018, 30 Desember 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here