St Athanasius Bazzekuketta (†1886) : Martir Uganda Penentang Pedofilia

357
Ornamen wajah St. Athanasius Bazzekuketta di Basilika para Martir Uganda.
[martyruganda.org]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – “Kematian hanya sebuah cara bertemu Tuhan yang manis. Lebih baik bertemu Tuhan daripada bertemu leluhur yang hanya manusia biasa, penuh dosa,” ujarnya suatu hari.

“Uganda, kota para martir”. Sebuah tulisan berukuran 100 meter terpampang di halaman Katedral Para Martir Kampala, Uganda. Kalimat itu menyambut Paus Fransiskus, saat pemimpin Gereja Katolik sedunia itu berkunjung pada November 2015.

Tulisan ini mengingatkan masyarakat Uganda akan perjuangan para martir di zaman Raja Mwanga II tahun 1884-1886. Kehadiran Mwanga II, bertolak belakang dengan sikap sang ayah, Raja Mutesa I. Mwanga, penganut agama tradisional Buganda yang enggan menerima Kekristenan karena menganggap agama jajahan asing.

Setelah itu, kematian demi kematian dialami umat Kristen. Satu dari sekian martir itu adalah Athanasius Bazzekuketta. Ia dibunuh dengan cara ditombaki saat dalam perjalanan ke Namugongo di Uganda bagian tengah. Tubuhnya di potong-potong menjadi beberapa bagian dan dibuang di pinggiran jalan. Ia meninggal pada usia 20 tahun, tanggal 27 Mei 1886.

Penindasan Mwanga
Gereja Katolik masuk di Uganda diawali oleh karya misi yang dibawa Serikat Misionaris Afrika (The Society of Missionaries of Africa/White Fathers) yang didirikan pertama kali di Aljazair. Katolik bukan yang pertama. Saat mereka tiba, di Uganda sudah ada misi dari Gereja Anglikan. Selain itu, Muslim juga sudah mulai berkembang.

Ajaran Katolik yang berdasar pada Kitab Suci yang kaya akan nilai-nilai cinta kasih, menjadi daya tarik yang kuat bagi masyarakat Uganda. Hal yang sama dilihat oleh Athanasius. Begitu mengenal iman Katolik, ia semakin yakin untuk meninggalkan kepercayan akan roh-roh, penyembahan leluhur, penggunaan sihir, dan pengobatan tradisional. Kekuatan supranatural, bagi Athanasius, bukan pada leluhur, tetapi ada sesuatu yang melampaui leluhur yaitu Tuhan.

Ketika menjadi pelayan bagi Kepala Suku Kabaka (kaki tangan Raja Mwanga II), di Bulemeezi, Athanasius tidak merasakan manfaat dengan menyandarkan hidupnya pada kepercayaan tradisional. Ia beranggapan, semakin percaya kepada leluhur, ia justru semakin banyak mendapat musibah.

Ketika dua orang tuanya, Kafeero Kaabula dan Namukwaya sakit, banyak dukun gagal menyembuhkan keduanya. Athanasius tidak mendapat kesembuhan yang didapat, ia malah harus menerima kenyataan saat sang ibu akhirnya harus meninggal. Dari pengalaman ini, ia yakin, leluhur hanyalah manusia biasa. Leluhur tak bisa menyembuhkan.

Dengan iman barunya ini, Athanasius dengan sendirinya menempatkan dirinya berlawanan dengan apa yang selama ini diyakini Raja Mwanga II. Sejak mulai berkuasa, Raja Mwanga II praktis mengambil sikap berlawanan dengan ayahnya Raja Mutesa. Kehidupan pastoral yang berjalan baik di masa pemerintahan Raja Mutesa, seketika berbalik 180 derajat saat ia wafat. Dari sebuah pemerintahan yang membuka pintu lebar pada pewartaan kasih dan nilai-nilai iman Katolik. Uganda menjadi satu tempat paling berbahaya bagi misi yang sama.

Alih-alih memberi angin segar pada misi Gereja Katoli, Raja Mwanga II berlaku sebaliknya. Ia membenci iman Katolik karena ingin mempertahankan pernikahan poligami yang dianutnya. Ia juga tak ingin menganut Islam, karena ia takut disunat. Alhasil, ia memilih menganut kepercayaan tradisional.

Raja Mwanga II bahkan memerintahkan agar menangkap semua orang Kristen di Uganda. Athanasius yang kala itu masih remaja, merasa kebijakan raja berlebihan. Kelahiran Bukuma, (sekarang masuk Paroki Mulajje, Desa Bulemeezi, Uganda), November 1865 ini berpikir bahwa raja telah mencaplok kebebasan mereka.

Menerima Baptisan
Athanasius meyakini, ada kekuatan supranatural yang melampui kekuatan leluhur. Keyakinan ini semakin dikuatkan, saat ia melihat keyataan bahwa banyak remaja pria yang melayani Raja Mwanga II akhirnya memilih dibaptis menjadi Katolik. Lagi setelah Athanasius mendengar kegigihan iman Charles Lwanga, ia semakin yakin untuk memeluk Katolik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here