Santo Bartolomeus Alban Roe OSB (1904 – 1955) : Korban Reformasi Anglikan

445
Rate this post

James yang awalnya ragu-ragu melayani akhirnya makin mencintai panggilan hidupnya ini. Bartolomeus kemudian membagikan tugas agar James dapat mempertobatkan kedua orang tuanya. Dua tahun setelah menjadi Katolik, James mengantar kedua orangtuanya untuk diterima secara Katolik. Setahun kemudian, saudara-saudarinya yang lain menjadi Katolik. “Saya sangat bahagia akhirnya keluarga saya kembali ke akar iman sejati,” tulis Bartolomeus suatu hari.

Menjadi Imam
Meski telah meyalani, ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Bartolomeus ingin menjadi imam agar dapat memimpin Ekaristi. Ia lalu menyampaikan keinginannya kepada James dan kedua orangtuanya perihal panggilannya. Saat keluarganya sepakat, ia menuju Perancis untuk belajar di Seminari Douai, Perancis Utara.

Sayang tiga tahun kemudian, Bartolomeus dikeluarkan dari seminari karena keras kepala dan cenderung temperamental. Tetapi, ia tidak patah semangat. Justru pengalaman hidup di seminari membuatnya semakin matang. Ia ingin menjadi “pelayan tanpa status” bagi orang-orang Inggris. Bartolomeus berjuang mempertahankan panggilannya dengan berupaya memperbaiki wataknya yang keras kepala. Ia tetap menjalani disiplin biara layaknya seorang calon imam.

Karena perubahan hidup yang drastis membuat dirinya diterima di Biara Benediktin Santo Laurensius di Dieulouard, Lorraine, Perancis, tahun 1613. Bartolomeus kemudian memilih menjadi imam Ordo Santo Benediktus (Ordo Sancti Benedicti/OSB). Ia ditahbiskan imam tahun 1615. Setelah ditahbiskan, Pastor Bartolomeus meminta agar ditugaskan sebagai misionaris di Inggris.

Pastor Bartolomeus tiba tanah kelahirannya dengan satu misi memperkenalkan ajaran Katolik kepada umat Katolik. Tetapi sebelum masuk kota London, ia terlanjur tertangkap dan dijebloskan dalam penjara. Beberapa tahun kemudian, ia dideportasi kembali ke Perancis.

Dua tahun kemudian, Pastor Bartolomeus kembali lagi ke Inggris. Ia menembus Kota London. Di sana, ia melayani secara diam-diam orang Katolik yang mengalami penganiayaan. Ia menggambarkan situasi saat itu dalam sebuah surat kepada James. “Banyak domba yang terpaksa sesat karena tidak ada gembala. Banyak juga yang melepaskan iman karena penindasan. Anda jangan takut, di sini surga yang diceritakan dalam Kitab Suci itu.”

Selama lima tahun melayani umat Katolik di Inggris, Pastor Bartolomeus akhirnya tertangkap. Kali ini, ia benar-benar ditahan dan meringkuk di penjara selama lima tahun. Tahun 1623, ia dibebaskan atas upaya Duta Besar Spanyol yang sangat peduli kepada Gereja Katolik di Inggris. Kali ini, salah satu syarat pembebasannya, ia harus meninggalkan Inggris untuk selamanya.

Menerima Siksaan
Pastor Bartolomeus tiba di Perancis tahun 1624. Karena dorongan panggilan, dan kerinduannya melayani, ia kembali ke Inggris lagi. Ia menyusup ke tanah kelahirannya ini untuk melayani orang-orang kecil. Di sebutkan dalam tulisan Mgr Richard, banyak orang Protestan yang akhirnya berbalik taat kepada Paus, setelah mendengar pewartaan yang disampaikan Pastor Bartolomeus.

Pastor keras kepala ini tidak takut sedikitpun akan ancaman kematian. Baginya, kematian adalah jalan istimewa bertemu Tuhan. Secara diam-diam, ia keluar masuk dari rumah ke rumah umat untuk memberi pelayanan sakramen. Kerinduan umat akan Kristus terjawab dengan kehadirannya. Selama hampir enam tahun, ia melayani di Inggris sampai akhirnya tertangkap dan dijebloskan ke penjara selama 17 tahun. Dalam persidangan tahun 1642, Pastor Bartolomeus dinyatakan bersalah atas kejahatan religius.

Mgr Richard menulis, “Sidang ini berjalan cepat. Tidak butuh waktu yang lama untuk menyatakan dia bersalah.” Saat pembacaan hukuman matinya, Bartolomeus berseru lantang, “Penderitaan Kristus, Sang Juru selamat jauh melebihi penderitaanku. Aku bersedia menanggung sedikit dari penderitaan Kristus.” Usai berseru, ia berjalan menghadapi tiang gantungan.

Pada 21 Januari 1642, saat algojo ingin menggantungnya, Pastor Bartolomeus sempat-sempatnya berseloroh, “Apakah saya akan bebas dari hukuman mati bila kembali menjadi seorang Protestan? Algojo itu mengangguk setuju, dan imam Benediktin itu lalu melanjutkan kata-katanya, “Kalau begitu saya sudah siap mati.”

Kepada kerumunan umat yang menyaksikan adegan kematiannya, Pastor Bartolomeus berkata, “Sampai mati saya tetap Katolik. Saya bersyukur pernah melepaskan iman Protestan yang penuh kejahatan, dengki, sarat kekuasaan, dan penuh hawa nafsu. Hanya demi nafsu seseorang raja anda semua menjadi pembunuh.”

Algojo yang menyaksikan khotbah terakhir Pastor Bartolomeus itu menjadi sangat marah. Sekejap, ia mendorong kursi pijakan kaki. Sekejap, Pastor Bartolomeus kehilangan nyawa. Setelah tak bernyawa, tubuhnya diseret ke tengah tribun umat dan para algojo memotong-motong tubuhnya menjadi beberapa bagian. Sampai kini, banyak orang tidak mengetahui siapa yang menyatuhkan tubuh-tubuh itu dan memakamkannya.

Kematiannya mendatangkan duka yang mendalam bagi umat Katolik Inggris. Gereja mengakuinya sebagai Orang Kudus setiap tanggal 25 Oktober. Ia dibeatifikasi oleh Paus Pius XI pada 15 Desember 1929 lalu dikanonisasikan pada 25 Oktober 1970 oleh Paus Paulus VI. Ia adalah salah satu dari 40 martir dari Inggris dan Wales yang meregang nyawa di masa Reformasi Anglikan.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.20 2019, 19 Mei 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here