Beata Marianna Biernacki (1888-1943) : Teladan Hidup bagi Para Mertua

246
1/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Ia tahu bahwa menantunya seorang yang memiliki banyak kekurangan. Tetapi, ia tetap menerimanya. Dengan jiwa yang besar, ia mengubah menantunya menjadi ibu yang baik.

Lima hari lagi, Stanisław dan Anna Nee Szymańczyk akan menikah. Di balik segala persiapan pernikahan itu, sebuah berita mengejutkan datang dari Anna. Ia hamil di luar nikah. Sontak, seluruh keluarga Stanisław syok. Mereka lantas membatalkan rencana pernikahan
ini secara sepihak. Padahal, segala persiapan pesta telah rampung. Anna merasakan langsung penolakan dari keluarga Stanisław. Ia pun sangat
kecewa. Ia tak menyangka, Stanisław cepat terpengaruh omongan orang lain. Tak menerima perlakuan ini, Anna mengungkapkan isi hatinya kepada calon ibu mertua, Marianna Biernacki
Czokało. Anna menceritakan soal isu kehamilannya. Marianna melihat ada kejujuran di hati Anna. Ia menilai, Anna seorang gadis yang tulus hati. Tanpa berpikir panjang, Marianna menerima Anna dan merestui perkawinan Stanisław dan Anna.

Berjiwa Besar
Tentu tidak mudah bagi anggota keluarga lain untuk menerima Anna. Tetapi, Marianna terus berpesan agar Anna menjawab ketidakpercayaan
anggota keluarga lain dengan sikapnya. Seiring waktu, Anna menjadi istri yang baik bagi Stanisław. Ia menunjukkan perilaku manis, penuh kesabaran, dan rendah hati.

Hingga akhir hidupnya, Anna mengalami perlakuan yang istimewa dari sang mertua. Marianna tak pernah menutup hati terhadap segala keburukan
Anna. Ia menerimanya bak anak sendiri.

Sebagai mertua, Marianna tidak pernah mengeluh. Tidak pernah terdengar dalam keluarga kecil ini ada pertengkaran antara Anna dan Marianna. Marianna seorang yang berjiwa besar menerima seorang menantu yang menurut banyak orang
“tidak bisa apa-apa”. Ia tidak pernah menegur Anna secara langsung, juga tidak pernah berkata kasar kepadanya. Setiap hari, ia memeluk Anna dan memberi nasihat seperti seorang ibu kepada
anaknya. Marianna seorang ibu yang bijaksana, mengajari Anna dengan cara-caranya sendiri.

Di sisi lain, Anna adalah seorang yang cepat belajar. Ia pun cepat menjadi istri yang dewasa. Meski Marianna tak menegurnya, tetapi ia belajar dari setiap apa yang dikerjakan Marianna. Pelan-
pelan, Anna berubah menjadi istri yang bertanggungjawab kepada sang suami. Setelah setahun pernikahan, semua kebutuhan Stanisław masih disiapkan sang ibu, namun tiga tahun kemudian, Anna lah yang mengatur segalanya.

Melihat perubahan ini, Marianna semakin menunjukkan cintanya kepada Anna. Cintanya makin bertambah ketika mengetahui menantunya hamil. Sukacita ini membuat Marianna merasa diberkati dengan kehadiran Anna.

Keturunan Yunani
Marianna adalah seorang wanita dari keluarga Katolik Yunani. Sejak remaja, kelahiran Leipzig, Ełk, Polandia, 1888 ini sudah dikenal sebagai gadis
yang terbuka kepada siapa saja. Sebagai lketurunan Yunani, Marianna tidak pernah
membedakan siapa saja dalam berelasi. Ia berteman dengan semua orang.

Saat akhirnya ia menikah di usia 20 tahun, Marianna mendapatkan pasangan seorang pria berkebangsaan Jerman, Ludwik Biernacki. Dari pernikahan ini, mereka dikarunia dua orang anak,
yaitu Leokadia Biernacki dan Stanisław Biernacki. Saat Leokadia berusia 12 tahun dan Stanisław berusia 10 tahun, Ludwik meninggal dunia. Saat akhirnya Leokadia menikah, ia pun harus mengikuti suaminya dan tinggal di wilayah Landshut, Jerman. Di rumah mereka sederhana di
Leipzig, Stanisław tinggal bersama ibunya hingga menikahi Anna pada 11 Juli 1939.

Dalam otobiografi (2005) yang ditulis Uskup Auxilier Keuskupan Ełk, Mgr. Romuald Kamiński disebutkan, bahwa cinta Marianna kepada Anna membuat ia rela melupakan semua kesalahan yang dibuat oleh menantunya. Sikap Marianna
lebih menonjolkan segi kemanusiaan daripada status dan kedudukan. Kerapkali, mertua terlalu memberi target yang tinggi untuk menantu, dan mereka melupakan, bahwa cinta adalah kriteria tertinggi dari sekadar status, kedudukan, dan penampilan. Marianna, seorang mertua yang telah berhasil mencapai kriteria itu. “Model seperti ini tidak mudah ditemukan pada mertua-mertua zaman ini,” tulis Mgr. Romuald.

Dalam tulisan itu juga, Mgr. Romuald menegaskan, bahwa Gereja Katolik sangat mengharapkan sosok orang tua yang mampu membangun relasi yang baik lintas generasi. “Betapa mulia seorang
menantu, mendapatkan seorang mertua yang mau menerima segala kelemahan,” ujarnya.

Perpisahan Hati
Marianna menikmati kebahagiaan itu dengan menantikan kehadiran cucunya. Sayang, kebahagiaan ini tak berlangsung lama dengan pecahnya Perang Dunia II. Pada Juli 1943, tentara Nazi mengeksekusi setiap orang yang anti Nazi. Setelah saat itu, terjadi juga penangkapan massal oleh tentara Nazi. Banyak yang dituduh anti
pemerintah dan dimasukkan ke kamp konsentrasi.

Dalam penangkapan ini, orang-orang yang sebelumnya memiliki pengaruh juga tak luput dari sasaran. Stanisław salah satunya. Ia yang bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan pemerintah,
namanya masuk dalam jajaran orang yang ditangkap. Tidak saja Stanisław, nama Anna juga ada dalam daftar penangkapan itu. Keduanya dituduh anti Hitler dan dekat dengan para pemimpin Gereja.

Marianna yang mendengar perintah, bahwa Anna dan Stanisław akan ditangkap, cepat-cepat menyuruh keduanya untuk lari menyelamatkan
diri. Saat tentara Nazi tiba di rumahnya, Marianna dengan ketulusan hati menawarkan dirinya sebagai ganti anak dan menantunya yang sedang hamil tua. Dengan rasa iba, tentara Nazi menyetujui permintaan Marianna.

Hari-hari berikutnya, Marianna menjadi tahanan tentara Nazi. Sementara Stanisław dan Anna selamat dari penangkapan itu. Marianna dan beberapa orang dari kota Leipzig juga ikut ditangkap dan dijebloskan di penjara Grodno. Pada 13 Juli 1943, sekitar 50 warga Leipzig dieksekusi di benteng di belakang desa Naumowicze dekat Grodno. Di antara mereka terdapat Marianna, wanita 55 tahun, seorang mertua yang sangat menyayangi menantunya.

Pengorbanan Marianna tidak sia-sia. Menantu perempuannya, Anna, selamat dari perang dan melahirkan seorang putra. Sampai hari ini di Keuskupan Łomza, yang pada 1992 berubah nama menjadi Keuskupan Ełk, masih bisa ditemui keturunan langsung dari Marianna. Setelah kematiannya, Keuskupan Ełk mendirikan sebuah monumen sebagai penghormatan kepada yang terbunuh pada 13 Juli 1943 oleh algojo Nazi.

Pada 13 Juni 1999, Marianna dibeatifikasi dan dianggap sebagai martir bersama dengan 107 korban lainnya. Misa beatifikasi ini dipimpin Paus Yohanes Paulus II di Warsawa, Polandia. “Kita pantas bersyukur, karena di antara para martir ada seorang petani sederhana, wanita saleh, ibu mertua yang berdedikasi tinggi. Ia seperti Bunda
Maria yang menyimpan semua keburukan
menantunya dalam hati. Hendaknya keluarga-keluarga Katolik, khususnya para ibu mertua agar belajar rendah hati seperti Marianna,” ujar Paus Yohanes Paulus II kala itu.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.03 2020, 19 Januari 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here