HIDUPKATOLIK.COM – Lembaga Pembinaan Pengembangan Pesparani Katolik Nasional (LP3KN) baru saja menyelesaikan Musyawarah Nasional (Munas) yang penting di dua tempat yang sangat simbolis: Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Kementerian Agama Republik Indonesia. Munas ini bukan sekadar agenda rutin, tetapi menjadi tonggak penting dalam memperkuat legitimasi dan arah gerak lembaga ini ke depan. Dengan kehadiran langsung Ketua KWI dan Menteri Agama, LP3KN kini menegaskan diri sebagai lembaga yang bukan hanya aktif, tetapi juga mendapat pengakuan dari dua institusi besar yang menaunginya.
Kini, di bawah kepemimpinan Muliawan Margadana sebagai Ketua Umum, LP3KN membawa semangat baru: pembaruan organisasi, kaderisasi lintas generasi, serta arah pengembangan seni budaya gerejani Katolik yang lebih terstruktur dan bertaraf nasional bahkan internasional. Berikut ini wawancara HIDUP dengan Muliawan Margadana di Sekretariat LP3KN, Gedung KWI, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Juni 2025.
LP3KN masih belum banyak dikenal luas. Apa langkah konkret yang dilakukan agar lembaga ini lebih dikenal dan diterima publik?
Yang paling utama adalah menegaskan identitas kami sebagai lembaga yang lahir dari dua institusi besar: KWI dan Kementerian Agama. Karena itu Munas terakhir kami selenggarakan di dua tempat ini sebagai simbol bahwa LP3KN milik bersama. Delegasi dari LP3KD seluruh Indonesia melihat langsung dukungan dari Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC dan Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Kehadiran mereka dalam acara nasional LP3KN, termasuk Misa penutupan, memberi semangat moral yang besar. Ini menunjukkan bahwa LP3KN bukan lembaga pinggiran, tapi lembaga yang resmi, sah, dan diakui oleh Gereja dan negara.
Apa pendekatan baru yang akan dibangun sejak menjadi Ketua Umum?
Saya percaya pada kepemimpinan yang memberi ruang dan membina. Tidak perlu micro-manage, tapi tetap mengawasi agar tak keluar dari visi, misi, nilai Kristiani, dan AD/ART organisasi. Yang lebih penting adalah membangun kaderisasi. Kami ingin dalam struktur kepanitiaan dan kegiatan LP3KN, ada perpaduan generasi: yang muda dan yang lebih senior bisa bekerja sama. Ini penting agar regenerasi berjalan dan lembaga tetap hidup.
Apa hasil paling signifikan dari Munas LP3KN yang baru lalu?
Kami menata ulang statuta, pedoman, dan juknis pelaksanaan Pesparani di pusat dan daerah. Standarisasi ini penting karena kita tidak bisa sembarangan menyebut sebuah lagu sebagai lagu Katolik. LP3KN membuat standar agar seni budaya gerejani kita selaras dengan ajaran dan tradisi Gereja universal. Selain itu, kami mendorong agar karya-karya yang dihasilkan didaftarkan ke hak cipta. Tujuannya bukan hanya perlindungan hukum, tapi juga agar karya-karya tersebut diakui dan tidak dimanipulasi ke depannya.
Bagaimana arah pengembangan LP3KN ke depan, terutama terkait Pesparani?
Ke depan, kami sedang merancang agar Pesparani IV melibatkan negara-negara tetangga. Bukan untuk kompetisi, tapi untuk saling belajar dan memperkenalkan seni budaya gerejani Katolik Indonesia kepada dunia. Kami tidak inferior. Banyak rohaniwan kita yang kini bermisi ke luar negeri, dan kedatangan Paus Fransiskus juga menyemangati kita. Ini saatnya menunjukkan bahwa seni budaya kita layak tampil di panggung internasional.
Apa harapan Anda bagi LP3KD di seluruh Indonesia?
Saya berharap teman-teman LP3KD di daerah tetap semangat berkarya. Hasil karya seni dan budaya gerejani yang mereka hasilkan harus mengikuti standar dan nilai yang telah ditetapkan. Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan, dalam menghasilkan karya yang bermanfaat bagi Gereja Katolik Indonesia dan dirasakan oleh masyarakat luas. LP3KN bukan milik segelintir orang, tapi milik kita bersama.
Yustinus Hendro Wuarmanuk
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 24, Tahun Ke-79, Minggu, 15 Mei 2025






