Menjadi Agen Anti Hoax dan Melawan Dis-Misinforasi

228
Nurfahmi Budiarto dan Afwan Purwanto, narasumber pelatihan dasar bertema “Hoax Busting and Digital Hygiene" pada Jumat, 27/7 di Hotel Grand Cemara, Jakarta. [HIDUP/Antonius Bilandoro]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com Sebuah hasil survey 2017 (Teknopreneur dan APJII) menyebutkan, komposisi terbanyak pengguna internet berdasar wilayah mulai dari Jawa (58%), selebihnya tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusra hingga Maluku-Papua sejumlah 2,49%. Sementara penetrasi pengguna internet sejumlah 143,26 juta jiwa (sekitar 54,6%) dari total populasi penduduk Indonesia 262 juta orang. Artinya lebih dari separuh populasi Indonesia terhubung dengan internet.

Penyebaran informasi yang sedemikian cepat dengan literasi dan analisa yang terbatas masih membuat cukup banyak orang dengan mudah termakan berita sesat alias hoax. Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. (Laras Sekarasih, PhD, dosen Psikologi Media, UI).

Misalnya seseorang yang sudah setuju terhadap kelompok tertentu, produk, atau kebijakan tertentu. Ketika ada informasi yang dapat mengafirmasi opini dan sikapnya tersebut, maka orang itu pun mudah percaya, begitu pula sebaliknya.

Apa pasal mereka mengakses internet? Terkait perilaku pengguna internet di Indonesia, sebanyak 25,3% (31,3 juta) adalah untuk update informasi. Sisanya adalah keperluan pekerjaan, mengisi waktu luang, bersosialisasi, pendidikan, hiburan, dan bisnis/ berdagang.

Sayangnya dalam sebuah penelitian lain, Indonesia berada pada peringkat ke-60 di antara Thailand (59) dan Botswana, Afrika (61). Peringkat didasarkan pada lima kategori indikator kesehatan terpelajar sebagai literasi kesehatan sebuah negara (terdiri dari perpustakaan, surat kabar, input dan output pendidikan, serta ketersediaan komputer). Di peringkat pertama hingga ketiga ditempati Finlandia, Norwegia, dan Islandia.

Sementara data Unesco (2012) menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia baru 0,0001 %. Di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250,000 yang memiliki minat membaca.

Paparan tersebut menjadi pembuka dalam presentasi yang disampaikan oleh dua narasumber, Afwan Purwanto dan Nurfahmi Budiarto  dalam pelatihan dasar yang bertema “Hoax Busting and Digital Hygiene” pada Jumat, 27/7 di Hotel Grand Cemara, Jakarta.

Kedua trainer yang bersertifikasi dari google bekerja di Internews dan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia. Workshop diselenggarakan oleh AJI bekerjasama dengan Internews dan Google News Initiative, dengan mengundang masyarakat umum, pegiat NGO, blogger, mahasiswa, akademisi, dan jurnalis yang terpilih sejumlah 50 orang.

Mis-disinformasi
Alkisah sebuah contoh mis-informasi berita hoax dijumpai pada akun twitter milik Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia ke-4 itu mengunggah foto peristiwa pembantaian, sambil dimintakan konfirmasi  kepada Ketua Komisi I DPR RI. Setelah mengetahui adanya kekeliruan atas konten tersebut, Menkominfo periode 2009-2014 itu pun menarik kembali berita itu dan meminta maaf.

Pada mis-informasi, umumnya orang yang melakukan biasanya meminta maaf, seperti pada contoh diatas. Sementara dis-informasi biasanya bersifat ngeyel, ndableg, “sudah tau salah, ngga minta maaf, tetep aja diposting, di path, ig, dan lain,” ujar Budi.

Rekan Budi, Afwan Purwanto menambahkan, “antara Mis dan dis-informasi, kalau sudah terlatih, akan bisa membedakan dari sisi personalnya.”

Contoh lain mis-informasi adalah ketika kita mengetahui sebuah berita itu belum jelas kebenarannya, tetapi sudah dibagikan dengan tambahan kata, “ini benar ngga sih.. Maksudnya bertanya, tetapi secara tidak sengaja sudah tersebar.”

Maka kita harus membedakan:
* Misinformasi adalah informasi yang salah, namun orang yang membagikannya percaya itu benar.
* Disinformasi artinya informasi yang salah dan orang yang membagikannya tahu itu salah. Ini disengaja.

Kenali Ciri Mis-Disinformasi
Kita dapat mengenali sifat mis-disinformasi dengan tujuh cirinya:

  1. Satire/ parodi: bersifat lucu-lucuan, tidak ada niat untuk menyakiti, tapi berpotensi membodohi.
  2. Konten menyesatkan (misleading): konten sengaja dibuat menyesatkan untuk membingkai sebuah isu atau menyerang individu. Beritanya “dipelintir”.
  3. Konten aspal (asli tetapi palsu).
  4. Konten pabrikasi
  5. Gak nyambung. Contohnya berita tentang sidang cerai kedua, “Veronica Bongkar Kebohongan Ahok.”. Kenyataannya adalah Vero tidak pernah datang dalam persidangan.
  6. Konteksnya salah: konteks aslinya dihilangkan, lalu disebar. Akibatnya, orang menangkap informasinya di luar konteks yang sebenarnya
  7. Konten Manipulatif

Lantas mengapa terjadi dis-misinformasi? Ada tujuh alasan dibalik dis-misinformasi yang sering beredar, sebagaimana dikemukakan kedua narasumber secara bergantian, yakni jurnalisme yang lemah, membuat lucu-lucuan, sengaja membuat provokasi, partisanship, mencari duit, gerakan politik, dan propaganda.

Tips Melawan Hoaks
Beberapa tips yang disampaikan untuk melawan hoaks (dikutip dari presentasi yang diberikan kedua narasumber):

  1. Cek alamat situs. Jika ragu, lakukan riset “who is”. Beberapa situs “abal-abal” beralamat di blogspot.
  2. Detail Visual. Perhatikan detil visualnya, seperti gambar logo yang jelek. Ada pula situs yang menyerupai situs media mainstream yang umum diakses.
  3. Iklan. Kita perlu berhati-hati dengan website yang banyak iklannya. Media abal-abal sekadar mencari click untuk mendapatkan iklan.
  4. Ciri-ciri pakem media: bandingkan sejumlah ciri yang menjadi pakem khas jurnalistik di media mainstream. Misalnya, nama penulisnya jelas, cara menulis tanggal di badan berita, hyperlink (tautan) yang disediakan mengarah ke mana, narasumbernya kredibel atau tidak, dan seterusnya.
  5. About Us. Selalu cek “about”, karena pada media “abal-abal” selalu anonim. Sesuai UU Pers: berbadan hukum dan ada penanggung-jawabnya. Cek, ada alamat yang jelas dan siapa saja orang-orangnya. Juga mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
  6. Sensasional

Umumnya judul berita yang disajikan sifatnya terlalu sensasional. Dianjurkan agar membaca beritanya sampai tuntas, jangan hanya membaca judul dan langsung memberikan komen di medsos.

  1. Cek situs mainstream, apakah informasi yang sama ada di sana? Kalau ada, bacalah bagaimana informasi itu dilaporkan.

Debunking
Dapatkah kita menelusuri dan membuktikan sendiri bahwa informasi itu dis atau mis? Penelusuran atau kita kenal istilah “debunking” merupakan suatu seni, belum ada suatu alat ajaib, ada 1.001 cara yang dapat digunakan.

Untuk membuktikan apakah sebuah informasi itu benar atau tidak benar, kedua narasumber memberikan beberapa langkah/ cara sebagai berikut:

  1. Google reverse image research: https://images.google.com/?gws_rd=ssl

yaitu mencari foto unggahan foto pertama pada sebuah website. Tools ini berguna untuk menelusuri foto-foto yang diambil dari internet. Caranya : simpan foto di komputer, klik images.google.com kemudian klik ikon bergambar foto, kemudian unggahlah gambar yang akan diidentifikasi.

Hasil pencarian akan mengeluarkan beberapa foto yang berhubungan dengan kata kunci yang dimasukkan. Kemudian pilih tanggal yang paling muda. Youtube menggunakan thumbnail yaitu video yang pertama kali keluar.

Namun sayangnya untuk pencarian yang bersumber dari suatu video belum dapat dilakukan pencarian, mengingat sifatnya yang menyimpan beberapa gambar/FPS (frame per second) misalnya video berdurasi satu menit  bisa terdiri dari beberapa FPS (misal: 25 FPS, artinya 25 fps x 60 detik x 60 gambar).

  1. Add on di Chrome, dengan menambahkan fungsi ini, klik kanan lalu pilih reverse image

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menelusuri informasi hanya pada satu situs mainstream? Penelusuran secara spesifik dapat dilakukan dengan menambahkan kata “in site pada kolom pencarian. Contoh: “medan banjir in site: kompas.com”

  1. Perhatikan detail video; adakah tanda-tanda khusus yang bisa diidentifikasi dan ditelusuri, misalnya nama gedung, toko, bentuk bangunan, plat nomor kendaraan, nama jalan, dialek orang yang berbicara, huruf-huruf yang menandakan bahasa, tugu atau monumen, dan bentuk jalan.

 

7 Tips Digital Hygiene
Sadarkah anda, serumit apapun ketika kita membuat kata sandi alias password, masih terdapat celah peretasan? Apakah akun yang sedang kita gunakan pernah dibajak atau belum? Melalui beberapa langkah dibawah ini, kita dapat mengecek sendiri.

Berikut ini beberapa tips untuk penggunaan data digital yang sehat (dengan istilah digital hygiene) :

  1. Update software; penggunaan pada HP lebih aman melalui playstore, atau bila menggunakan i-phone melalui apple store. Software yang telah ter-update mencegah kemungkinan peretas untuk masuk, seperti Windows 10 (versi 1803), Apple (versi 13), termasuk program anti virus.
  2. Strong password: gunakan kata sandi yang kuat (strong password) yaitu berupa gabungan antara angka, huruf besar/ kecil, simbol (special character), minimal 8 karakter. Bedakanlah password tiap aplikasi medsos, antara gmail dan fb, kenapa? Apabila di hack yang satu, maka lainnya tidak terkena hack.
  3. Aplikasi: jangan menginstal sembarang aplikasi; Gunakan dari playstore/ applestore/ windowsstore. Karena bisa jadi aplikasi yang tidak dari sumber resminya disusupi malware, sehingga dapat mencuri data (contoh: ransomware)
  4. Links: hati-hati mengklik link dari sumber-sumber yang tidak jelas
  5. Antivirus: aktifkan antivirus setiap kali terhubung dengan internet
  6. Otentifikasi: aktifkan dua langkah otentifikasi. Contoh: drop box, fb.
  7. Back up your data; misalnya dengan cara offline melalui hard disk.

Tips lainnya yang dapat kita terapkan :

  1. Untuk twiter , tambahkan kode tw atau fb untuk facebook, meski menggunakan password yang sama
  2. Ketika menggunakan komputer di warnet, pastikan agar semua akun telah log out
  3. Gunakan keyboard virtual atau On Screen Keyboard (OSK). Pada umumnya warnet-warnet memasang keylogger, suatu aplikasi perekam ketikan untuk memantau penekanan tombol papan ketik, kemudian ke dalam sebuah berkas catatan (log file). Beberapa perekam ketikan tertentu bahkan dapat mengirimkan hasil rekamannya ke surel tertentu secara berkala.
  4. Gunakan fingerprint, selain pola pada hp karena pada saat mati akan terdeteksi
  5. Ketika menggunakan laptop atau laptop, biasakan di log out

Selain tips diatas, Budi dan Afwan juga turut membagikan tentang seberapa aman penggunaan akun atau perilaku berinternet yang sering kita lakukan, melalui situs dibawah ini:
* www.howsecureismypassword.net ; mengetahui seberapa aman password yang kita gunakan
* www.haveibeenpwneed.com ; untuk mengetahui seberapa aman akun email yang kita gunakan

Tiga Tujuan
Demi membangun kesadaran publik atas pentingnya verifikasi dan fact-checking atas semua informasi yang diperoleh di Internet, kedua trainer juga turut berbagi praktik terbaik dalam pengamanan diri di dunia digital dan verifikasi informasi, selain mengampanyekan program Google News Lab Training Networks yang sedang dijalankan.

Penanggung jawab acara, Aditya Himawan mengatakan, pelatihan serupa akan dilakukan di kota-kota lain, dari Aceh hingga Jayapura. Berita bohong sudah sangat mencemaskan, dengan beberapa pelaku yang sudah ditangkap oleh aparat. “Literasi yang rendah sangat rentan dan bahkan bisa membuat polarisasi di tengah masyarakat. Maka amat sangat penting untuk mengatasi hoax dan fake news,” kata Aditya yang juga bekerja sebagai jurnalis.

Bersama AJI dan panitia, ia berharap agar pelatihan dapat memberikan bekal dan pengetahuan bagaimana berita hoax dapat disebar luaskan, dengan menjadi agen anti hoax.

AJI
Organisasi AJI selain kental berkaitan dengan advokasi pada persoalan buruh, AJI juga berkonsentrasi dengan peningkatan mutu jurnalis. Bekerjasama dengan google, menjadi pionir melawan hoax dan fake news.

Peserta pelatihan selanjutnya para peserta turut diajak untuk mendeteksi berita palsu, hoax, atau misinformasi, serta bagaimana pengamanan diri di dunia digital yang sehat dan aman.  Apabila menemukan fake news maupun hoax, dapat dilaporkan melalui situs Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau Mafindo(https://www.turnbackhoax.id/lapor-hoax/), email ([email protected]), whatsapp (0811 9464 644), dan fb (Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax).

Afwan dan Budi juga turut memperkenalkan situs firstdraftnews.org dan g.co/newslab untuk mengetahui lebih banyak tentang penggunaan internet dalam industri berita dan memperbaiki kepercayaan, sambil memerangi mis-informasi daring yang masih kerap terjadi. Afwan menyampaikan juga bahwa pelatihan serupa juga nantinya akan digelar di beberapa kota lainnya, setelah sebelumnya diadakan di Kendari.

 

Antonius Bilandoro

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here