Pastor John Oh Woong-jin : Berkat Rahmat Allah

12073
Pastor John Oh Woong-jin.
[HIDUP/Yanuari Marwanto]
5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Berkat rahmat Allah Rumah Kasih ini berdiri. Rahmat itu yang telah mengumpulkan dan menggerakan hati banyak orang untuk bersatu dan membantu sesama yang menderita.

Usianya tak muda lagi. Pada Maret lalu, Pastor Oh, berusia 74 tahun. Rambut putih menghiasi kepala dan alis matanya. Meski begitu, penerima beragam penghargaan bergengsi, antara lain Medali Negara dari Pemerintah Korea Selatan dan Ramon Magsaysay Award dari Filipina ini, masih terlihat amat bugar. Tubuhnya tegap, langkahnya pun gesit. “Saat kanak-kanak, setiap hari saya berjalan kaki ke sekolah sejauh delapan kilometer,” kenang Pastor Oh, saat bertemu dengannya di Rumah Kasih Kkottongnae Indonesia, Labuanb Bajo, Keuskupan Ruteng, Senin, 4/6.

Pastor Oh tiba di Rumah Kasih, Minggu, 3/6, sekitar pukul 13.00 WITA. Sekitar 24 jam dia berada di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama rentang waktu itu, Pastor Oh bertemu dengan Tim Kkottongnae Indonesia, melihat bangunan Rumah Kasih, menyapa para pasien dan umat sekitar, bertatap muka dengan para donatur, merayakan Misa, dan meresmikan bangunan baru tersebut.

Di tengah aktivitasnya nan padat, Pastor Oh berkenan menerima HIDUP. Wawancara dengannya berlangsung saat sarapan dan sesaat sebelum kembali ke Korea Selatan. Sepanjang wawancara, senyum senantiasa terpancar dari wajah imam yang ditahbiskan 42 tahun yang lalu itu.

Pastor Oh, apa yang Anda rasakan setelah Rumah Kasih Kkottong nae ini berdiri?

Saya gembira dan bahagia. Dan kegembiraan ini yang akan saya bagikan kepada orang yang membutuhkan. Ada tiga hal yang dibutuhkan manusia dalam hidup. Pertama, pengetahuan. Orang hidup membutuhkan pengetahuan. Hal ini diperoleh lewat pendidikan. Kebutuhan kedua adalah pengalaman. Dan ketiga, rahmat. Bagi biara Kkottongnae, dari tiga hal tersebut yang paling dibutuhkan adalah rahmat. Itu didapat jika bersatu dengan Allah.

Rahmat Allah itulah yang menggerakan hati banyak orang sehingga Rumah Kasih ini berdiri. Di Korea Selatan ada lebih dari 80 Komunitas Rumah Kasih, sementara di seluruh dunia ada 14. Rahmat itu juga yang telah mengumpulkan banyak orang, termasuk mereka yang mampu (secara materi) sehingga kami bisa bersatu dan saling membantu. Berkat pertemuan itulah Rumah Kasih Kkottongnae Indonesia (salah satunya) berhasil dibangun.

Semua itu membutuhkan pengorbanan. Semakin kita mengasihi, semakin kita menyatu, saling berbagi untuk mereka yang menderita, kita memperoleh hidup baru berkat pengorbanan yang telah dipraktikkan oleh Kristus sendiri. Jadi jangan cepat putus asa, teruslah berjuang.

Ketika saya lahir, orangtua menamai saya Oh-jin yang berarti orang yang ditekan. Tapi, saya tidak mau ditekan. Semakin orang menekan saya, semakin saya berjuang dengan bebas. Satu hal yang saya timba dari orangtua, jangan cepat putus asa dalam berjuang. Berusahalah terus sampai titik darah penghabisan.

Ketika saya masih kanak-kanak, pecah Perang Korea (1950-1953). Kala itu, saya menempuh delapan kilometer untuk ke sekolah dengan berjalan kaki. Saya tak sarapan. Tapi, setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, ibu selalu memegang pundak saya dan berkata, pergi dengan baik, pulang dengan selamat, kami tunggu kamu di rumah. Ibu juga memberikan harapan kepada saya, sepulang sekolah dia akan menyediakan makan siang.

Saya pernah hanya kuat jalan empat kilometer. Saya jatuh di pinggir jalan. Saya hanya minum air di sumur, lalu tertidur. Setelah terbangun, saya melanjutkan perjalanan.

Apa yang akan Anda lakukan selanjutnya?

Selagi hidup saya akan memberikan yang terbaik untuk sesama. Dengan itu saya merasa bahagia dan menerima kemuliaan dari Allah. Berkat rahmat Allah, saya menerima undangan dari banyak orang, termasuk di Labuan Bajo. Saya amat percaya kehadiran dan karya Allah sehingga menerima berkat dari-Nya terus-menerus.

Saya sangat percaya bahwa Allah adalah kasih. Dan saya akan selalu mewartakan kasih Allah itu kepada sesama, teristimewa kepada mereka yang menderita. Sebab, saya melihat wajah Allah di sana. Saya percaya, bila hidup bersama dengan Allah, saya bahagia dan tenang.

Saya ingin menemui orang yang sangat menderita, sengsara, dan amat lemah. Sebab, dalam diri mereka, saya menemukan Yesus. Saya tidak takut tak memiliki uang. Saya tak punya kecemasan apa pun untuk bertemu dengan orang-orang seperti itu. Saya percaya, Allah akan memperhatikan segala kebutuhan saya. Saya percaya akan rahmat Allah.

Masa depan Rumah Kasih Kkottongnae di Indonesia selanjutnya akan saya serahkan kepada Allah. Mungkin modelnya akan seperti di Korea. Bila semakin banyak yang datang dan memanfaatkan sarana ini mungkin bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah atau institusi lain.

Apa yang Anda lihat dan rasakan untuk karya misi di Indonesia?

Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki banyak keanekaragaman. Karena begitu banyak pulau, butuh banyak usaha dan perhatian untuk meratakan pembangunan. Ini tak mudah. Ada pulau yang amat berkembang, namun masih ada pulau yang membutuhkan perhatian serius.

Salah satu persoalan negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah adanya kesenjangan. Untuk itu kehadiran misi amat penting. Kesenjangan menjadi medan misi. Kita harus hadir untuk semua (orang mampu dan berkekurangan). Sebab, dua golongan itu sama-sama membutuhkan pendampingan. Kita yang berada di tengah harus mengisi dan menjembatani dua golongan itu.

Yanuari Marwanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here