St Amato Ronconi OFS (1225 – 1292) : Ziarah Terakhir Sang Pertapa

330
St Amato Ronconi OFS.
2/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Selama lima kali ia melakukan ziarah ke makam Rasul Yakobus di Spanyol tetapi tak terpenuhi. Sebelum kematiannya seluruh harta bendanya dibagikan kepada orang miskin.

Awalnya, Amato Ronconi hidup bahagia bersama keluarganya. Amato adalah anak kedua dalam klan Ronconi, sebuah keluarga bangsawan di Rimini, yang masih termasuk wilayah Emilia, Romagna, Italia. Sebagai sebuah keluarga bangsawan, tak ada satu pun yang kurang dalam hidup mereka. Segala kebutuhan terpenuhi bahkan berlebih.

Namun, semua berubah saat kedua orang tua Amato wafat. Giacomo, kakak dari Amato, kemudian bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup kedua adiknya Amato dan Chiara. Tak berselang lama, Giacomo pun menikah dengan Lansberga. Setelah pernikahan itu, Lansberga pun mengajak adik kandungnya untuk hidup bersamanya dan Giacomo.

Namun, ternyata ada maksud lain mengapa Lansberga mengajak serta sang adik untuk hidup bersamanya. Ia berniat menikahkan adiknya itu dengan Amato di kemudian hari ketika Amato telah dewasa. Lansberga meyakini, dengan pernikahan ini, maka harta kekayaan keluarga akan tetap terjaga.

Saat mengetahui rencana sang kakak, Amato sontak menolak. Ia tidak ingin menikah, sebab ia lebih memilih hidup menjadi pertapa. Ia ingin menghidupi semangat kesederhanaan St Fransiskus Asisi. Akhirnya, ia pun menjadi pertapa dan pendoa bagi karya misi di Italia.

Iman dan Perbuatan
Konflik internal keluarga dermawan bersahaja ini sempat diselesaikan oleh Giacomo. Demi memutuskan rantai permusuhan antara istri dan adiknya, Giacomo memberi sebidang tanah kepada Amato untuk diusahakan. Alih-alih menghasilkan panen yang berlimpah, Amato malah menjual tanah itu dan hasil jualannya dibagikan kepada orang miskin di Rimini. Setelah itu, ia memutuskan untuk menjadi biarawan Ordo Fransiskan Sekuler (Secular Fransiscan Order/OFS).

Bagi Amato, kehidupan tak harus diukur lewat materi. Kebagiaan seseorang adalah belajar dan mengalami hidup bersama orang miskin. Di biara, Amato sangat setia pada tugas dan panggilannya. Keinginannya untuk mengikuti semangat hidup St Fransiskus Asisi membawanya pada kehidupan mati raga dan kontemplasi. Ia berani melewati tapal batas penyesalan di luar kemampuan kolegianya. Ia biasa berpuasa, tidak makan dan minum berhari-hari. Ia ingin fokus pada keinginan Tuhan dalam dirinya.

Amato menyadari, selama ini hidupnya susah justru karena dosa-dosanya. Ia merasakan, bagaimana kenikmatan duniawi dengan hidup di kastil mewah, membawanya pada kesombongan duniawi. Ketika mengalami hidup sebagai yatim piatu, ia pun sadar, bahwa suatu saat kematian hanya menyisahkan nama tanpa kekayaan. Kenikmatan bagi hanya sesaat. Ia meyakini, bahwa dengan hidup benar dan membangun percakapan yang intim dengan Tuhan, adalah satu-satunya jalan untuk sampai pada hidup surgawi.

Dalam refleksinya, Amato merasa perlu keluar untuk mengalami hidup bersama orang miskin. Amato hidup berdasarkan pesan Tuhan, “Demikian juga halnya iman. Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati,” (Yak. 2:17). Amato tak bisa terus terkurung dalam doa dan matiraga sementara banyak orang kecil berteriak minta tolong.

Pada titik ini, Amato memutus kesombongan rohaninya dan keluar melayani orang miskin. Ia sangat memahami bagaimana kurangnya fasilitas bagi orang miskin. Karena itu, lewat keutamaan hidupnya ia memulai pembangunan rumah sakit bagi orang miskin. Ia ingin memberi rasa aman kepada orang miskin yang menderita sakit. Ia tak mau banyak orang miskin meninggal di jalan tanpa pelukan hangat keuarga. Ia ingin berdiri dan menyaksikan bagaimana saudara maut datang menjemput saudara miskin yang dicintainya. Ia juga membangun sekolah-sekolah bagi anak-anak orang miskin. Pendidikan iman lewat katekese dan pelayanan diakonia menjadi kurikulum wajib di sekolah-sekolah ini.

Alhasil, perhatian kepada orang miskin juga membuat warga kota Rimini menghormati Amato. Banyak orang memujinya sebagai orang suci di tengah-tengah orang kecil. Ia tak pernah peduli pada banyak orang yang sering membohonginya demi mendapatkan sesuatu yang diinginkan. “Bagiku memberi dengan ketulusan, selanjutnya Tuhan yang mengakhiri,”
demikian moto hidupnya.

Ziarah Terakhir
Sementara karya pelayanannya terus berkembang masalah datang dari keluarganya. Lansberga seakan tak puas dengan apa yang didapatkannya. Dalam situasi dimana banyak orang mulai memuji karya Amato, sang kakak malah menebar fitnah dan cemburu dengan kesuksesan karyanya.Lagi-lagi semua karena nafsu menguasai segala harta Amato.

Tetapi Chiara, seorang adik Amato terus menetralkan suasana ini. Chiara sangat mendukung karya sang kakak bahwa turut ambil bagian dalam pelayanan bagi orang miskin.

Landsberga terus menjadi momok bagi Amato. Ia menebarkan isu bahwa Amato memiliki hubungan khusus dengan Chiara. Ia bahkan bercerita kepada tetangga bahwa pasangan bersaudara ini terlibat hubungan. Tetapi Amato tak mengubris situasi ini. Ia terus berkarya dan mengajarkan kasih kepada siapapun. Terbukti setelah diadakan penyelidikan tidak
ditemukan masalah dalam hubungan keduanya selain kakak beradik.

Selama hidupnya Amato tercatat empat kali melakukan ziarah ke Santiago de Compostela, Spanyol. Di tempat itu ia berdoa di makam Rasul Yakobus. Ia ingin mendapatkan kekuatan darinya. Pada tahun 1921 Amato berupaya melakukan perjalanan ziarah yang kelima ke Santiago de Compostela namun ia tidak berhasil sampai ke Spanyol.

Ditengah perjalanan, seorang malaikat menampakkan diri kepadanya dan menyampaikan bahwa perjalanan hidupnya didunia ini akan segera berakhir. Malaikat itu memerintahkan Amato kembali ke rumahnya. Amato pun bergegas kembali ke Italia dan tiba di Rumini pada bulan januari 1292. Ia lalu beristirahat di sebuah biara Benediktin San Giuliano dan
tetap tinggal dibiara tersebut. Saat tiba di biara ini, Amato sadar pesan malaikat itu tak meleset.

Dalam kesadaran itu, Amato memanggil semua orang miskin dan membagikan semua miliknya kepada mereka. Sisa-sisa hartanya juga diberikan kepada para imam Benediktin pada 10 Januari 1292. Setelah semua harta di tangan yang tepat, Amato pun meminta agar Tuhan bisa memanggilnya dengan tenang.

Di tengah kesunyian biara, Amato menghadap Tuhan diiringi para malaikat pada Mei 1929. Jenazahnya kemudian dipindahkan ke Gereja San Biagio, Saledecio, Rimini. Pada Mei 1330 setelah tempat peristirahatan aslinya dihancurkan karena kebakaran, jazadnya dipindahkan lagi.

Setelah kematian Amato, Paus Pius VI menggelarinya beato setelah melewati beberapa proses pengesahan dokumen. Ia dibeatifikasi pada 17 April 1776 dalam Misa kudus yang dipimpin Paus yang sama. “Amato memberi pesan kepada kita bagaimana harta dapat membuat orang menjadi kudus,” pesan Paus Pius VI kala itu.

Proses kanonisasinya dibuka setelah postulasi mengirimkan dokumen kepada Komisi Penggelaran Kudus Vatikan pada 2010. Pada 27 April 2010, proses ini rampung dan para teolog menyetujui proses kanonisasi Amato pada 11 Januari 2013. Paus Fransiskus kemudian menandatangani dekrit kanonisasi St Amato. Imam Fransiskan ini lalu dikanonisasi pada 23 November 2014 di Lapangan St Petrus Vatikan. St Amato diperingati setiap tanggal 8 Mei.

Yusti H.Wuarmanuk

HIDUP NO.45 2018, 11 November 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here