Tiba di Girisonta, Kembali ke Sana

687
Margareth Heuken membawa foto kakaknya, Pastor Adolf J. Hueken menjelang pemberangkatan ke tempat peristirahatan terakhirnya di Girisonta, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
[HIDUP/Marchella A. Vieba]
3/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Kecintaannya kepada Gereja Katolik dan budaya Indonesia membuat  selalu memberi diri. Suara kenabiannya selalu diikuti dengan perilaku hidup yang baik.

Isakan tangis tertahan terlukis dari wajah wanita asing berambut pirang sebahu, yang duduk di deretan depan altar bangku Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Wanita itu meratapi sesosok tubuh yang terbaring di depannya.

Matanya nanar, air mukanya merah, tatapannya kosong. Sesekali, ia menyeka bulir air mata yang tak mampu lagi ia bendung. Seperti wanita itu, semua pasti tahu bagaimana rasanya kehilangan. Ia pun harus rela melepaskan kepergian orang yang dikasihi.

Margaretha Heuken, ya, wanita berkebangsaan Jerman itu sedang dirundung pilu. Kakak kandungnya, Pastor Adolf J. Heuken SJ, telah dipanggil Tuhan untuk selamanya.

Kehilangan Mendalam
Margareth, merasakan kehilangan yang teramat dalam. Pasalnya, Margareth berkisah bahwa Pastor Heuken telah meninggalkan keluarganya sejak lama, dari ia masih kecil. Untuk komunikasi via telepon pun, diakui Margareth sangat jarang dilakukan, karena kendala biaya yang cukup mahal. Pastor Heuken sendiri selama menjalankan karyanya tidak boleh pulang ke kampung halaman dikarenakan aturan yang cukup ketat dari kalangan Serikat Jesus waktu itu. “Kala Pastor Heuken bekerja di rumah sakit, dia bahkan tidak sempat melakukan kunjungan kepada keluarganya,” jelas Margareth.

Suatu hari, Pastor Hueken pulang ke kampung halamannya di Coesfeld, Jerman. Satu yang Margareth ingat, setiap kali pulang, kakaknya itu selalu memancarkan wajah binar. Apalagi saat Pastor Hueken akhirnya bertemu dengan keponakan dan keluarga-keluarga yang lain. “Iya senang bercerita tentang pengalamannya,” ujar Margareth.

Setiap perjumpaan Margareth dengan sang kakak selalu menjadi pengalaman tak terlupakan. Ketika Pastor Heuken berkunjung pulang ke dalam keluarganya, Pastor Heuken selalu membagikan banyak sekali pengetahuan yang penting untuk keluarganya. “Tetapi Pastor Heuken tidak seperti menggurui, atau seakan-akan dipaksakan,” ujarnya.

Margareth mengingat, untuk bidang-bidang religius, Pastor Heuken sangat senang untuk berdiskusi dengan saudara-saudaranya. Pastor Hueken juga sangat terbuka. Dalam perjumpaan ini, seluruh anggota keluarga sangat senang dengan berbagai macam informasi yang diberikan.

Margareth sendiri adalah adik paling bungsu dari Pastor Heuken. Meski terihat tegar, dengan air matanya yang belum lagi kering, Margareth juga menyampaikan rasa terima kasihnya atas bentuk perhatian yang didapat oleh Pastor Heukeun, terlebih soal Misa requiem yang dipersembahkan begitu indah bagi Pastor Heuken.

Penghormatan Terakhir
Pastor Heuken selama ini dikenal sebagai salah satu tokoh penting dan dokumen tersejarah Jakarta. Ia wafat di Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, Kamis, 25/7, delapan hari setelah ia merayakan ulang tahunnya yang ke-90. Sehari kemudian, jenazah Pastor Heuken disemayamkan di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta, Jumat, 26/7.

Kabar duka ini tentu saja mengagetkan setiap orang yang mengenalnya. Mereka yang paling kehilangan tentu saja keluarga Serikat Yesus Indonesia, selain itu ada keluaga besar Cipta Loka Caraka. Karena karyanya yang cukup lama di Jakarta, maka tak terhitung juga umat di Keuskupan Agung Jakarta yang merasa kehilangan.

Pastor Heuken lahir di Oistrik Coesfeld, Jerman. Ketika meninggal, ia telah menjadi Warga Negara Indonesia. Banyak pelayat yang datang untuk melihat dan memberikan penghormatan terakhir. Tak terkecuali Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur ke-13 DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Dengan mengenakan kemeja putih, Fauzi Bowo langsung masuk sendirian untuk melihat Pastor Heuken. Ia tampak menundukkan kepalanya beberapa saat dalam hening, memandang sosok yang berbaring di depannya cukup lama, dan memberikan penghormatan terakhir.

Tak habis para pelayat silih datang berganti dan melihat jenazah Pastor Heuken untuk terakhir kalinya. Selanjutnya, tepat pukul 19.00 WIB, dilakukan Misa Requiem di hari yang sama. Misa dipersembahkan oleh Rektor Kolese Kanisius, Pastor Y. Heru Hendarto SJ, yang didampingi oleh Pastor Padmaseputra SJ, Pastor Edu Ratu Dopo SJ, Pastor Christoforus Kristiono Puspo SJ, Pastor Gandhi Hartono SJ, Pastor Alexander Koko SJ, serta Pastor Simon Lili.

Dalam khotbah, Pastor Padmaseputra SJ mengungkapkan bahwa sosok Pastor Heuken adalah pribadi yang sangat mencintai tempat di mana Pastor Heuken berada. “Pastor sa ngat mencintai Indonesia. Itu telihat jelas dari karya-karyanya dan juga tulisan-tu lisan nya,” tutur Pastor Padmaseputra.

Misa malam itu, juga diikuti oleh Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Peter Schoof yang dengan khusyuk mengikuti jalannya Misa dari awal hingga akhir. Pukul 21.00, Pastor Heru memimpin upacara tutup peti dan pemberangkatan ke tempat pembaringan terakhirnya di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah. Pemakaman dilaksanakan ke esok an harinya, Sabtu, 27 Juli 2019, sekitar pukul 10.00 WIB.

Meski telah pergi, ia punya satu pesan: “Gereja hidup, maka mau tak mau berubah. Hidup iman seluruh umat maupun aneka perwujudan kongkritnya menghadapi dua tantangan besar, yakni berkembang menuju perubahan. Namun harus disadari bahwa Gereja bukan agama hukum dan bukan pula agama Kitab Suci yang tak berubah. Gereja dijiwai dari Roh Kudus yang menumbuhkannya dari dalam. Maka itu, Gereja perlu terbuka pada perubahan”.

Kembali ke Girisonta
Adolf kecil menyelesaikan sekolah menengah di Gimnasium Johann-Conrad-Schule, Münster pada tahun 1950. Ia lalu melanjutkan pendidikan di seminari. Setelah menyelesaikan seminari menengah, ia bergabung dalam Serikat Yesus. Setelah ditahbiskan tahun 1961, tugas pertamanya adalah di Keuskupan Münster.

Pastor Adolf tidak lama menjalankan tugas itu, sebab pada tahun 1963 ia harus bertolak ke Indonesia. Ia sempat menjadi dosen di Yogyakarta selama kurang lebih tiga tahun. Setelahnya, ia pindah ke Jakarta dan berkarya di kota ini sampai akhirnya ia meninggal.

Saat di Jakarta, awalnya Pastor Heuken membantu menjadi pastor di Paroki Mangga Besar dan mengajar di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Namun, karya sebagai penulis rasanya lebih menarik bagi imam yang hobi berenang ini.

Pastor Heuken memang dikenal sebagai penulis sejarah, khususnya Jakarta. Meski begitu, karyanya juga termasuk tulisan-tulisan rohani Katolik. Ketertarikan Pastor Heuken tentang sejarah Jakarta bermula saat ada begitu banyak orang datang kepadanya dan bertanya tentang Jakarta. Sayang, ia tak mampu menjawab ketika itu.

Alhasil, karena pertanyaan-pertanyaan itu selalu saja mengusiknya, maka ia pun pelan-pelan mencari sumber-sumber sejarah Jakarta. Kini, ada banyak referensi tentang Jakarta yang lahir dari tangannya. Sebut saja Sumber-Sumber Asli Sejarah Jakarta, I-III, Jakarta (1999), Historical Sites of Jakarta, dan Menteng ‘Kota Taman’ Pertama di Indonesia.

Kini, Pastor Hueken telah pergi. Dulu saat pertama kali tiba di Indonesia, di masa-masa awal ini, ia sempat tinggal di Girisonta, Ungaran. Setelah lebih setengah abad ia berada di Indonesia, di kota itu juga lah tempat peristirahatan terakhirnya.

Marchella A. Vieba/Antonius E. Sugiyanto

HIDUP NO.32 2019, 11 Agustus 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here