HIDUPKATOLIK.COM – TOKOH pendidikan dari Sekolah Santa Ursula, Suster Francesco Marianti, OSU, berpulang pada Senin, 16 Desember 2024. Sejumlah alumni berbagi kenangan mereka tentang sosoknya yang legendaris.
Angela Meilany Basiroen (Ketua Umum Alumni Serviam Indonesia Alumni Santa Ursula Pos Jakarta): Cocok dengan Didikannya
“SUSTER Francesco mendidik saya selama duduk di bangku SMA Santa Ursula (Sanur) tahun1975-1977. Saya sungguh diajar dan dididik untuk menjadi seorang perempuan mandiri, kuat, tidak cengeng, dan percaya diri. Pendidikan ini termasuk bagaimana menjadi pemimpin melalui Leadership Training Course (LTC), semacam Prakar/LDK saat ini. Untuk itu, saya sangat berterima kasih kepada Suster Francesco untuk segala pendidikan yang saya terima semasa SMA dan ajarannya sangat berguna bagi kehidupan saya selanjutnya.
Berkat pendidikan beliau, saya aktif di Mudika Paroki Cideng Gereja Santa Maria Bunda Perantara Keuskunpan Agung Jakarta (KAJ) dan terpilih menjadi Ketua Mudika untuk 2 periode. Kemudian menjadi Sekretaris II di Dewan Paroki Cideng. Demikian juga saat memasuki perguruan tinggi, lalu menyelesaikan S2 di Fakultas Hukum UI, selanjutnya bekerja hingga saat ini.
Saya sadar, cara memimpin rapat, mengambil keputusan yangg tepat dan baik, mengapproach orang, atau dengan kata lain menjadi ‘Angela yang saat ini’ baik di dunia sosial dan professional merupakan hasil didikan beliau dan tentu kedua orang tua saya yang sejalan dengan pendidikan Suster Ursulin yang saya terima sejak SD hingga SMA.
Dalam prosesnya, saya pernah menjabat sebagai Ketua Alumni Sanur Pos Jakarta untuk dua periode dan menjadi salah satu Anggota Dewan Pengawas hingga kini. Lalu menjadi Ketua Umum Alumni Serviam Indonesia sampai saat ini untuk periode yang ke-2. Saya juga menjadi Wakil Ketua AUSSI. Di dunia pekerjaan, saya menjadi Presiden Direktur PT Wisma Nusantara Internasional (pemilik dari Pulman Hotel Jakarta Indonesia, Nusantara Building Management, dan Novotel Bali Benoa). Saya bergabung dengan Kel Masagung sejak tahun 1983 hinga kini.
Dalam mengemban semua tanggung jawab ini, saya selalu ingat pesan beliau yang meminta kami ‘berpikir’ dulu sebelum bertindak dan jangan pernah mudah menyerah jika menemui kesulitan. Semua masalah pasti ada solusinya. Semua harus dipikirkan. Mungkin, ada Sebagian murid yang tidak cocok dengan cara beliau mendidik karena terkesan keras, tapi buat saya baik saja, mungkin karena matching ya.”
Rian Pranata (Ketua Alumni Sanur BSD Alumni Santa Ursula BSD Th.2001): Semangat Melihat Alumni
“KENANGAN yang paling saya ingat adalah ketika dipercaya memimpin alumni Santa Ursula (Sanur) BSD (Alusia) untuk menjalankan Sentra Vaksin Serviam di Sekolah Sanur BSD. Masih hangat dalam benak saya, kala itu, Suster Francesco begitu semangat melihat kami alumninya bisa bersatu bergerak melayani di masa covid. Hingga akhirnya, beliau pun menyetujui saya untuk jadi Ketua Alusia. Meskipun saat saya bersekolah, beliau tidak lagi mengajar, maka saya terdidik secara tidak langsung oleh beliau melalui sekolah dan saat menjadi Ketua Alusia.
Tidak hanya itu, ada satu kenangan juga yang tak bisa saya lupakan. Ini sewaktu anak pertama saya dibantu masuk ke SMP Santa Ursula (Sanur) BSD. Anak saya diberikan pendampingan dari guru-guru supaya bisa mengikuti Pelajaran di Sanur BSD. Tentu saja, kepergian Suster Francesco membawa kesedihan mendalam juga untuk anak saya.
Hingga sekarang, nilai yang paling saya pegang dari beliau ialah ‘fikir’ dan semangat melayani. Kedua nilai itu tertanam kuat melalui kegiatan belajar di Sanur. ‘Fikir’ itu juga menjadi kebiasaan saya saat bekerja di mana saya selalu berpikir untuk menganalisa sebelum mengambil suatu keputusan. Begitu pula dengan semangat melayani yang berakar kuat dalam semangat Serviam hingga menjadi salah satu nilai dalam keluarga saya. Untuk itu, bahasa kasih utama saya dan istri pun adalah pelayanan. Serviam selalu di hati.”
Elisabeth Pratomo (Alumni Santa Ursula Pos Jakarta Th.1977): Mata Pendidik yang Penuh Kasih
“KENANGAN terindah yang pernah saya lalui bersama suster Francesco sebagai 100 persen pendidik adalah ketika saya masih duduk di bangku SMA Sanur di mana Suster Francesco menjadi kepala sekolah. Kala itu, saya menghadapi kesulitan dalam belajar karena beberapa masalah yang dialami sehingga nilai pelajaran turun drastis dan suster sebagai mata pendidik tidak membiarkan saya tenggelam dalam kegagalan.
Maka dari itu, ketika Angkatan kami mendapat kesempatan mengikuti retret kepemimpinan/prakar, Suster Francesco memangil dan mengatakan, ‘Saya melihat kamu memiliki potensi untuk memimpin, jangan pernah menyerah, keluarlah dari masalahmu, kamu harus ikut retret ini.’ Sungguh, ini adalah kesempatan yang luar biasa bagi saya yang didapat dari Suster Francesco. Sampai sekarang saya masih terkenang raut wajah dan nasihatnya saat beliau mengutarakan hal tersebut. Ini menjadi kenangan terindah bersama beliau sebab usai diberikan kesempatan itu, rasa percaya diri saya kembali bertumbuh dan nilai kembali membaik.
Untuk itu, nilai paling kuat tertanam dari beliau ialah kita harus punya ‘MIMPI’ sebab tanpa bermimpi tak akan ada yang kita raih. Nilai ini menjadi pegangan hidup saya yang kemudian diterapkan juga pada anak-anak agar mereka bisa menjadi manusia utuh, menjadi diri sendiri tanpa meninggalkan hidup doa dan peka terhadap lingkungan di sekitar. Dengan warisan kecerdasan emosi serta kemampuan berpikir inilah saya dapat menjalani kehidupan seperti sekarang ini. Terima kasih Suster Francesco yang telah membentuk saya menjadi seperti ini.”
M.J. Diana Magetanapuang (Alumni Santa Ursula Pos Jakarta Th.1984): Pemerhati Kesejahteraan Guru
“BANYAK Momen indah bersama Suster Francesco, terlebih saat liburan bersama beliau dan teman-teman guru. Di momen itu, suster banyak memberi kenangan karena di sana bisa mengenal Suster Francesco dalam suasana yang lebih rileks dan lepas. Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan kami. Beliau selalu memastikan bahwa kami mendapat buah setiap hari dan es krim di saat tertentu. Hal detail tak pernah luput dari pandangan beliau karena hati beliau yang luar biasa. Ia mengenal setiap pribadi dan menyapa dengan sentuhannya yang khas.
Sedangkan momen sebagai murid, sebagai anak Prakaderisasi, kami sebagai kelompok bergantian mengajar di Cilincing atau Bongkaran. Saat itu, kelompok saya mendapat giliran ke Bongkaran, tetapi teman yang pernah survey tidak hafal dengan tempatnya. Bongkaran ini seperti Tanah Abang. Jadi kami jalan ke sana, ternyata salah. Hingga akhirnya, kami menemukan tempat tersebut. Namun, waktu kami bersama anak-anak di sana hanya tinggal setengah jam saja. Keesokan harinya, saat diminta laporan secara jujur, ya kami bilang apa adanya dan kami tetap dihukum dengan melakukan refleksi. Suster memang seringkali meminta kami untuk berefleksi untuk menemukan hal-hal yang bisa kami tangkap dari pengalaman yang ada. Menemukan buah-buah pengalaman tanpa harus didikte oleh orang lain.
Soal warisan nilai, nilai paling dasar yang ditanamkan Suster Francesco adalah disiplin. Bukan sebuah disiplin yang kaku, tetapi ada ruang dengan sentuhan pribadi. Selain itu, ia tekun memberikan perhatian khusus pada setiap pribadi yang membutuhkan. Beliau fokus pada hal detail untuk mengenal pribadi, bukan hanya sekadar nama. Tentu, komitmen beliau pada tugas yang dipercayakan ditampilkan dalam bentuk tanggungs jawab yang tuntas, senantiasa 100 persen.”
Felicia Permata Hanggu
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 02, Tahun Ke-79, Minggu, 12 Januari 2025