Seruan Damai Tiga Anak Abraham

129
Resolusi Religius: Presiden Mahmoud Abbas dan Shimon Perres, serta Patriakh Bartholomeos I (kiri-kanan) memenuhi undangan Paus Fransiskus di Taman Vatikan
[Franco Origlia/Getty Images]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Paus Fransiskus berhasil mempertemukan Presiden Israel dan Palestina di Vatikan untuk bersama-sama berdoa mohon damai. Inilah resolusi religius Bapa Suci untuk membangun dunia baru penuh persaudaraan di Tanah Suci.

Pentakosta, Minggu, 8 Juni 2014. Peristiwa historis telah terjadi di Vatikan. Pertama kali dalam sejarah umat manusia, tiga putra Abraham bertemu dengan satu intensi. Satu demi satu melantunkan syukur pujian pada keagungan Allah Abraham. Mereka juga menyerukan pinta rahmat perdamaian bagi tanah yang mereka diami. Di Tanah Suci bagi tiga agama besar dunia, kedamaian menjadi barang langka selama lebih dari 66 tahun. Ketegangan dan konflik, perang saudara dan beradu superioritas menjadi catatan kelam perjalanan Israel- Palestina.

Tepat pukul 19.00 waktu Roma, adegan bersejarah itu dimulai. Suasana Ta man Vatikan nan asri menjadi tempat perhelatan keturunan Abraham. Tiga raksasa tradisi monoteistik bersujud sembah pada Sang Khalik. Mazmur-mazmur khas agama Yahudi didaraskan. Doa-doa kristiani dilantunkan. Ayat-ayat suci al-Quranpun dilafalkan. Pertama kali dalam sejarah, rabbi Yahudi dan imam Muslim mengumandangkan doa di pusat agama yang menjadi kiblat 1,2 milyar umat Katolik seluruh dunia.

Sejak siang hari, suasana di Piazza St Petrus sudah berbeda dari biasanya. Di hadapan 10 ribu peziarah, Paus Fransiskus menyerukan lagi ajakan pada semua pihak untuk terlibat dan ikut mendukung acara “seruan damai” pada petang harinya. Tampak beberapa bendera Palestina melambai di tengah lautan manusia bersama beragam spanduk dan aneka bendera negara lainnya. Bapa Suci hanya menyelipkan satu intensi utama, yakni damai bagi Tanah Suci, Timur Tengah dan seluruh dunia.

Gerakan Mondial
Gayung pun bersambut. Ajakan Bapa Suci ternyata ditanggapi hangat oleh umat Katolik diseluruh penjuru bumi. Ketika di Taman Vatikan digelar doa bagi tiga tradisi secara bergantian, sebagian umat Keuskupan Agung Durban, Afrika Selatan, menggelar doa di komunitas masing-masing. Uskup Agung Durban, Kardinal Wilfrid Fox Napier OFM menggerakkan umatnya untuk ikut menyatukan hati dan budi bersama Bapa Suci.

Hal serupa terjadi di Italia. Konferensi Waligereja Italia menggulirkan gerakan yang sama. Hampir di seluruh gereja di Italia, digelar doa untuk mendukung seruan damai di Vatikan. Bahkan ajakan itu juga ditanggapi positif oleh komunitas Muslim Italia. Mereka juga ikut berdoa pada waktu yang telah ditentukan.

Momen tepekur di Vatikan ditandai dengan dibunyikannya lonceng seluruh Gereja Katolik di Tanah Suci, tepat pukul 19.00 waktu Roma. Para Uskup disana mengajak umatnya berhenti dari segala aktivitas dan mengheningkan diri selama dua menit kala mendengar bunyi dentang lonceng, seperti dilansir Vatican Insider (8/6). Inilah saat semua orang yang berkehendak baik menyambut inisiatif seruan perdamaian Paus bagi Tanah Suci.

Lain halnya di Inggris. Uskup Agung Wesminster, Kardinal Vincent Gerard Nichols mengundang Duta Besar Israel dan Palestina untuk berdoa bersama di kediamannya. Dalam pertemuan itu, doa mereka diiringi lantunan lagu “Tuhanlah Gembalaku” yang membahana dari dalam Katedral Wesminster.

Di Irlandia, Uskup Agung Armagh sekaligus Presiden Konferensi Waligereja Irlandia, Kardinal Seán Baptist Brady mendorong kaum klerus dan awam Katolik untuk mendukung seruan Paus. Ia minta agar pada waktu pertemuan Presiden Israel Shimon Perres dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas bersama Paus Fransiskus dan Patriakh Gereja Orthodoks Konstantinopel Bartholomeos I digelar, dua atau tiga orang berkumpul untuk berdoa demi perdamaian di Tanah Suci. Begitupun di Hongkong, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darrussalam, Timor Leste, dan masih banyak tempat lainnya. Para gembala, Nunsius Apostolik, klerus dan awam me luangkan waktu memenuhi undangan doa dari pemimpin tertinggi mereka di Vatikan. Seolah virus “seruan damai” Bapa Suci telah menjangkiti hati dan budi Gereja, serta memobilisasi kehendak untuk menjawab panggilan wakil Kristus di dunia itu.

Inisiatif Pribadi
Undangan Bapa Suci pada dua presiden untuk berdoa di Vatikan merupakan ide spontan yang muncul saat kunjungan pastoralnya ke Yerusalem (24-26/5). Tapak-tapak pengalaman seolah mengerucut pada mimpi Tanah Suci sebagai Tanah Damai. Hatinya tersentuh ketika makan bersama korban perang serta berwawan-hati dengan pengungsi dan korban holocaust. Kepekaannya terasah saat melihat tembok pembatas pendudukan Israel-Palestina. Ia pun turun dari mobil, meratap dan berdoa di tembok simbol keangkuhan itu. Kehendaknya digerakkan untuk merangkul saudara kala bersua dengan sahabat Muslim dan saudara tuanya, Yahudi.

“Inilah momen untuk berseru kepada Tuhan, mohon rahmat perdamaian. Momen jeda untuk urusan politik…Juga undangan bagi para politikus untuk berhenti sejenak dan menengok perkara rohani. Semua orang ingin sesuatu terjadi. Suatu perubahan. Semua sudah lelah dengan ‘negosiasi kekal’ yang selama ini tak pernah berakhir…,” jelas RP Pierbattista Pizzaballa OFM, penanggung jawab situs Katolik di Tanah Suci. Fransiskan inilah yang ditugaskan untuk menyiapkan pertemuan Minggu sore di Vatikan, di bawah komando Kesekretariatan Negara-Kota.

Paus Fransiskus menugaskan Sekretaris Negara-Kota Vatikan, Kardinal Pietro Parolin sebagai pengundang bertemunya tiga saudara keturunan Abraham. Setiap delegasi memilih siapa saja yang akan datang. Mereka juga menyiapkan doa sendiri. Bahan yang sudah mereka siapkan lalu disatukan oleh sekretariat untuk dijadikan satu panduan dalam pertemuan dua jam itu.

“Di sini, di Vatikan, 99 persen mengatakan ‘kita tidak harus melakukannya’. Namun akhirnya yang satu persen mulai tumbuh,” beber Paus dalam wawancara dengan Surat Kabar Barcelona “La Vanguar dia”, seperti dikutip www.haaretz. com (13/6). Padahal tujuannya hanyalah satu: “membuka pintu dunia pada kedamaian”.

Sarat Makna
Pertemuan bersejarah itu sungguh membelalakkan mata dunia. Pun para pe jabat tinggi Vatikan yang akhirnya mengamini niatan luhur Sri Paus. Sama sekali pertemuan ini bebas dari motif politik. Bapa Suci tidak masuk dalam diskusi tentang batas teritori dan klaim pendudukan tanah yang diliputi perseteruan, baik Israel maupun Palestina. Paus Fransiskus berdiri sebagai tokoh religius. Ia mengajak dua pemimpin negara yang dirundung konflik untuk kembali pada dasar spiritualitas membangun dunia yang lebih baik. Ia mengundang para tamunya datang sebagai anak-anak Abraham untuk berdoa pada Allah Bapa, mohon karunia perdamaian satu sama lain.

Meski steril dari motif politik, per temuan dua Presiden yang negaranya tak akur ini sarat pesan politis. Pertemuan ini berlangsung hanya berselang dalam hitungan minggu dari kegagalan mediasi damai yang disponsori oleh Presiden AS, Barrack Obama. Istilah proses ‘negosiasi kekal’ pun bertebaran menghiasi media massa pasca pimpinan negara adi kuasa itu mandul memainkan peran diplomatik atas Israel-Palestina.

Banyak kalangan menilai pertemuan di Vatikan mungkin bisa menjadi terobosan bagi perbaikan relasi dan pembangunan dunia baru Israel-Palestina. Dengan sikap kesahajaannya, Paus berhasil mengambil hati Perres dan Abbas untuk berdoa bersama di kebun rumahnya. Namun si kap skeptis pun tak henti bergelayut di sebagian kalangan. Mereka apatis karena langkah Abbas yang merangkul pihak Hamas dalam jajaran kabinet baru Pa lestina. Padahal sang penentu kebijakan politik Israel, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu telah memberikan stigma teroris pada kaum Hamas

Sikap Paus yang berani ambil risiko ini justru menuai kekaguman. Seolah perhelatan di Taman Vatikan mendudukkannya sebagai ‘man of peace and peace maker’ dalam carut marut kondisi Tanah Suci. Ia menunjukkan konsistensinya sebagai penganjur perdamaian, promotor hak asasi dan tokoh spiritual yang matang.

Momen Doa
Bapa Suci dengan penuh kehangatan menyambut masing-masing tamunya dengan pelukan dan senyum di Domus Santa Martha. Perres dan Abbas pun terlihat begitu hangat menyapa satu sama lain. Paus lalu mengundang dua tamu istimewanya itu ke Taman Vatikan, bergabung dengan Patriakh Bartholomeos I dan anggota delegasi yang diundang. Di sinilah “Doa untuk Perdamaian” berlangsung.

Setelah upacara pembukaan, Rabbi Yahudi mulai mendaraskan empat Mazmur dalam bahasa Ibrani, yang diselingi dengan musik khas Yahudi. Lalu dilanjutkan tiga doa: Yom Kiphur (Hari Pendamaian), Nahman Breslav dan Doa Damai. Akhirnya doa sesi pertama ditutup dengan musik meditatif yang menciptakan suasana kian sakral.

Kesempatan berikutnya diisi ibadat kristiani. Ibadat ini mengambil bacaan dari Kitab Yesaya 65:17-25 dan dilanjutkan doa dan alunan musik. Lalu didaraskan Doa St Yohanes Paulus II dalam Bahasa Italia dan Doa Damai St Fransiskus Assisi dalam Bahasa Arab yang diberi waktu hening dengan instrumentalia. Sesi bagi umat kristiani ditutup juga dengan musik meditatif.

Jatah doa terakhir diberikan pada imam Muslim dalam Bahasa Arab. Tiga bagian doa dilantunkan dengan nyaring. Di setiap akhir bagian, musik islami dimainkan sebagai jeda antarbagian. Lalu diakhiri dengan musik meditatif bercorak muslim.

Setelah upacara masing-masing selesai, Paus, Perres dan Abbas memberikan sambutan “seruan damai” bergantian. Usai sambutan, ketiganya saling berbagi damai dengan berjabat tangan. Di penghujung acara, mereka ditemani Patriakh Orthodoks Ekumenis Konstantinopel menanam pohon zaitun sebagai simbol usaha mengupayakan damai bersama. Doa dari Komunitas Islam

Meski sering disebut doa bersama untuk perdamaian, momen ini sebenarnya bukan doa bersama. Lebih tepat disebut sebagai acara bersama-sama berdoa. Artinya, aktivitas berdoa tidak dilakukan bersama secara serentak dalam waktu yang sama. Namun dalam kebersamaan, masing-masing diberi kesempatan untuk melakukan ritual doa sesuai tradisinya secara bergiliran. Dalam sambutannya seperti dilansir Radio Vatikan (8/6), Bapa Suci mengatakan, “Saya sangat bersyukur karena Anda menerima undangan saya untuk bergabung di sini dan bersama-sama mohon karunia perdamaian kepada Allah. Harapan saya, pertemuan ini mengawali sebuah perjalanan baru supaya kita mencari hal-hal yang menyatukan, bukan memisahkan!”

R.B.E. Agung Nugroho

HIDUP NO.31, 3 Agustus 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here