Beato Giacomo Alberione SSP (1884-1971) : Rasul Kreatif Perintis Pewartaan Modern

196
Pastor Giacomo saat mengoperasikan sebuah proyektor, alat yang digunakannya sebagai media pewartaan.
[famigliachristiana.co.id]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Ia adalah imam yang kreatif, melalui Keluarga Paulus yang didirikannya, ia mewartakan Yesus sebagai jalan, kebenaran, dan hidup. Selama hidup, ia mendirikan 10 kongregasi religius, institusi rohani, dan serikat persaudaraan awam.

Pastor Giacomo Alberione adalah satu rasul paling kreatif pada awal abad XX. Ia total mendirikan 10 kongregasi religius, institusi rohani, dan serikat persaudaraan awam. Selain itu, ia memperkenalkan sarana karya sosial mutakhir. Ia memperkenalkan penggunaan teknologi media modern, yang kemudian diadopsi sejumlah kongregasi di Italia.

Di akhir hidupnya, Pastor Giacomo menjadi peritus (ahli teologi) saat berlangsung Konsili Vatikan II (11 Oktober 1962-8 Desember 1965). Ia berpartisipasi dalam berbagai sesi tertutup di mana pasal-pasal keputusan konsili di rumuskan.

Tugas ini menjadi puncak karya Giacomo sebelum tutup usia pada 26 November 1971. Dia menerima kunjungan pribadi dari Paus Paulus VI satu jam sebelum jiwanya yang kudus kembali ke pangkuan Bapa di Surga.

Pembuat Mukjizat
Saat di bangku sekolah dasar, seorang guru bertanya kepada Giacomo. “Apa cita-citamu ketika dewasa nanti?” tanya sang guru. Kelahiran San Lorenzo, Fossano, Italia, 4 April 1884 ini pun menjawab lantang, “Aku ingin menjadi imam.”

Sejak belia, putra pasangan Michael dan Teresa Allocco mantap ingin mengabdikan hidupnya bagi Tuhan. Meski anak petani sederhana ini memang tidak terlalu pandai dalam pengetahuan. Ia bahkan takut apabila diminta tampil berbicara atau beryanyi. Ia akan menangis setiap kali diminta memimpin doa di depan kelas. Hal ini yang menjadikannya dijuluki pianto uomo, ‘tukang nangis’.

Namun, Giacomo adalah pribadi yang saleh. Ia tidak pernah lalai berdoa Rosario setiap hari. Bunda Maria menjadi kekuatannya saat sedih dan dikucilkan. Tatapan Bunda Maria menguatkannya untuk ikhlas. Inilah dasar panggilan Giacomo untuk menjadi seorang imam. “Imam adalah pribadi yang mampu membuat mukjizat,” ungkapnya.

Panggilan ini semakin lengkap ketika keluarganya pindah ke Cherasco, Keuskupan Alba, Italia. Di keuskupan bernama lengkap Alba Pompea ini, Giacomo bertemu Kepala Paroki St Martinus Alba Pastor Montersino. Sang imam melihat semangat yang begitu besar dalam diri Giacomo untuk menjadi imam. Pada usia 16 tahun, Pastor Montersino lalu mendaftarkan Giacomo di Seminari Alba.

Selama di seminari, Giacomo senang membaca Ensiklik Paus Leo XIII , Tametsi Futura Prospicientibus, ‘Yesus Kristus Sang Penebus’. Dari ensiklik itu, ia memahami bahwa Kristus adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Pada malam 31 Desember 1900, ia berdoa selama empat jam di depan Sakramen Maha Kudus. Ia meminta Tuhan membantunya menentukan kekhasan hidupnya. Kelak, ia berharap menjadi imam yang baik. “Bila menjadi imam hanya untuk merayakan Ekaristi, Anda imam yang gagal. Masih banyak karya lain yang menanti kita,” pesannya.

Cahaya Tuhan memenuhi hatinya di akhir doanya. Ia merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan di abad baru. Ia wajib melayani Gereja dengan cara tidak biasa. Demi niat suci itu, ia memohon dirinya untuk melanjutkan studi filsafat dan teologi. Setelah itu, ia pun ditahbiskan imam pada 29 Juni 1907. Tugas perdananya adalah menjadi pastor rekan di Paroki Narzole, sebelah Selatan Torino, Italia.

Bapa Milenial
Dalam catatan Teologi Pastoralnya (1912), Pastor Giacomo menulis, bahwa ada sesuatu yang hilang di awal abad baru pelayanan Gereja. Ia ingin seperti Rasul Paulus yang memberitakan Injil sampai ke seluruh dunia. Catatan karya Priestly Zeal (1911-1915) ini menjelaskan, Pastor Giacomo merasa perlu bermisi ke dalam hati setiap orang yang kehilangan harapan. Hati sebagai Bait Allah perlu dipugar dengan kehidupan iman persaudaraan yang diwujudkan dalam komunitas-komunitas, sebagaimana yang ditunjukkan Rasul Paulus.

Momen itu datang pada 20 Agustus 1914. Berkat Roh Kudus Pastor Giacomo mendirikan kongregasi religius pertamanya yaitu Serikat St Paulus (Society of Saint Paul). Setahun kemudian, Pastor Giacomo mendirikan lagi Konggregasi Suster Putri Santo Paulus (The Daughters of Saint Paul). Sr Tecla Merlo menjadi suster pertama tarekat ini.

Dua kongregasi ini berdiri dengan misi utama pelayanan keluarga. Mereka menyasar keluarga-keluarga muda yang terpaksa menikah tanpa persiapan pastoral yang baik dari Gereja. Karya mereka benar-benar berangkat dari kejadian riil dalam keluarga yang terkadang dilupakan oleh Gereja.

Pada Desember 1918, Sr Tecla diutus untuk melayani di Susa, Piedmont, Italia. Di sana, Sr Tecla mulai memperkenalkan kekhasan pastoral kongregasinya. Karya mereka terus berkembang, bahkan setelah Pastor Giacomo mendirikan kongregasi kedua yaitu The Association of Pauline Cooperators.

Di tingkat Kepausan, Pastor Giacomo juga mempromosikan pastor lewat media sosial modern. Ia mendirikan Majalah Vita Pastorale ‘Pastoral Kehidupan’ tahun 1912 untuk para pastor paroki. Pada tahun 1931, ia meluncurkan Majalah Famiglia Cristiana ‘Keluarga Kristiani’, mingguan untuk kehidupan keluarga Kristiani. Majalah lainnya adalah Madre di Dio ‘Bunda Allah’ tahun 1933. Tahun 1937, lahirlah Majalah Pastor Bonus dan tahun 1952 terbit majalah berbahasa latin Via, Verità e Vita ‘jalan, kebenaran, dan kehidupan’.

Pastor Giacomo juga membangun Gereja St. Paul yang megah di Alba, diikuti oleh dua Gereja Keilahian di Alba dan Roma. Sejumlah karya terus dikembangkan oleh kongregasi yang didirikannya. Pada 1926, ia mendirikan rumah cabang di Roma.

Sementara itu, “bangunan spiritual” Giacomo semakin berkembang. Ia menanamkan dalam diri anggota kongregasinya dedikasi melalui devosi kerasulan kepada Yesus, Guru dan Gembala. Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Ia igin agar Keluarga Paulus, sebutan untuk anggota kongregasi yang didirikannya, mampu merangkul semua orang yang keluar dari jalan Allah.

Beberapa kongregasi lain yang didirikan Pastor Giacomo di antaranya The Pious Disciples of the Divine Master tahun 1924 yang ia didirikan bersama Sr Maria Scolastica. Kemudian, ia mendirikan The Sisters of Jesus the Good Shepherd tahun 1938 yang berkarya dalam berbagai aktivitas sosial di paroki dan melayani dunia pendidikan. Tahun 1957, berdiri juga The Sisters of Mary Queen of Apostles. Suster-suster kongregasi ini bekerja dan berdoa untuk panggilan dalam Keluarga Pauline. Setahun kemudian berdirilah The Institute of St. Gabriel the Archangel dan The Institute of Mary of the Annunciation, dua institusi kerasulan awam untuk pria.

Saat usianya tergolong lanjut, Pastor Giacomo masih mendirikan dua institusi lagi, The Institute of Jesus the Priest, institusi imam-imam diosesan yang mengadopsi spiritualitas Paulus tahun 1959. Yang terakhir, ia mendirikan The Institute of the Holy Family, yang ia dirikan pada tahun 1960.

Keutamaan rohani Pastor Giacomo akhirnya berhenti oleh ajal yang menjemput. Jenazahnya dimakamkan di Basilika Santa Maria Ratu Para Rasul, Roma. Giacomo digelari venerabilis pada 25 Juni 1996 dan dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 23 April 2003. “Giacomo adalah imam yang tidak biasa. Ia membuka cakrawala baru di awal abad XX lewat karya-karya modern yang mengena sasaran. Ia adalah imam yang kreatif dan inovatif. Giacomo adalah Paulus abad XX,” begitu ungkap Paus Yohanes Paulus II saat Misa beatifikasi. Beato Giacomo diperingati setiap 26 November.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.50 2018, 16 Desember 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here