MERAJUT CERITA, MENGANYAM HARAPAN

294
Bersama seorang pendamping, anak-anak tengah belajar bersama di Pantai Bitta, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok. Pribadi)
Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM Selama masa pandemi umat tetap dapat mengikuti Misa dan pengajaran iman. Semua ini bisa terjadi karena ada pahlawan di balik layar yang rela meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dengan menggiatkan komunikasi sosial.

SETIAP sore, Evelyn Asrila Sare selalu didatangi tamu-tamu cilik. Salah satu ruangan di rumahnya, telah dia sulap menjadi perpustakaan, khususnya bagi anak-anak di Paroki St. Marinus Puuree, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perpustakaan ini dia mulai dengan hanya beberapa rak buku dari koleksi pribadinya, sehingga dia namai Rak Buku Woloweku. Namun, kemudian, banyak pihak yang mendukung gerakan literasi yang dia gagas, sehingga jumlah bacaan anak pun kian bertambah.  Setelah dua bulan berjalan, pada Minggu Gaudete atau Adven Sukacita tahun 2018, Evelyn mengganti nama pusat pustaka ini dengan nama Rumah Baca Sukacita.

Oktober 2019 lalu, memperingati ulang tahun Rumah Baca Sukacita, dia menggagas safari literasi. Setiap Sabtu dalam bulan itu, dia mengunjungi sekolah-sekolah dan mendongeng untuk anak-anak. Sore hari pada Sabtu dan Minggu, ibu satu anak ini mengunjungi anak-anak di beberapa lokasi secara bergantian, lalu men-do-ngeng bagi mereka. Usai mendengarkan dongeng, menyusul giliran anak-anak yang membacakan cerita. Giat literasi ini dia namakan Dongeng Bergerak. Evelyn tak sendirian, dia juga mengajak orang muda Katolik untuk terlibat dalam giat literasi ini. Dia juga mendapat dukungan dari Kongregasi Suster-Suster Misi Hati Kudus Yesus (SMCJ) yang menyediakan tempat berikut fasilitas lain saat Rumah Baca Sukacita menggelar camping literasi.

Evelyn melihat, rupanya anak-anak menaruh minat yang tinggi akan literasi. Mereka hanya tidak mudah mengaksesnya. Bagi kelahiran Maumere, 1 April 1983 ini, melalui cerita atau dongeng, banyak pelajaran bisa dipetik. “Di sekolah, mereka sudah menerima banyak mata pelajaran, dengan berbagai tuntutan pencapaiannya masing-masing dari para guru. Belum lagi buku-buku yang hanya berisi huruf dan angka. Maka harus ada cara lain mengedukasi nilai-nilai hidup yang baik kepada anak-anak ini dengan cara yang ramah anak pula,” tutur Evelyn saat dihubungi Kamis, 28/5/2020.

Anak-anak Bercerita

Sejak Maret 2020 lalu, ketika wabah Covid-19 mulai merebak di Tanah Air, Rumah Baca Sukacita pun harus membatasi gerakan literasinya. Namun, Evelyn tak kehabisan akal. Literasi pada anak-anak tetap dia giatkan dari rumah. Dia merekam video dongeng dan mengunggahnya di media sosial. Tak hanya itu, dia juga mengundang anak-anak mengirimkan “Video Sahabat”. Di dalam video ini, mereka bercerita untuk teman-temannya.

Undangan ini menuai antusias, bahkan tidak hanya dari Ende, tetapi dari berbagai daerah di Nusantara. Sebagian anak bercerita, ada yang didampingi orangtua, dan ada pula yang mengirimkan video kreasi lainnya, seperti bernyanyi dan memainkan musik. Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 40 Video Sahabat yang diunggah di akun Youtube Rumah Baca Sukacita Ende.

Gerakan literasi yang Evelyn jalankan hingga saat ini dia danai sendiri. Dia juga memproduksi beberapa model suvenir Rumah Baca Sukacita. Sedikit keuntungan dari produksi ini bisa menghidupi rumah baca ini. Namun, dia mengaku tidak pernah ada rasa lelah yang dia alami. “Tidak ada beban sama sekali. Saya suka dan sangat menikmati melakukan ini,” ungkapnya.

Melihat anak-anak di Ende melek literasi adalah kebahagiaan baginya. Suatu hari, ketika anak-anak sedang membaca di rumah baca dan mendiskusikan isi bacaan tersebut, ada anak yang menceletuk, “Wah, untung kita baca, kalau kita tidak baca, pasti kita tidak tahu.”

Uskup Agats-Asmat, Mgr. Aloysius Murwito, OFM saat memberikan ibadat tobat dan absolusi umum melalui Radio Fu FM. (Dok. Komsos Keuskupan Agats)

Jalur Udara

Di masa pandemi ini pula, Gereja mengikuti kebijakan pemerintah beribadah dari rumah. Namun, tidak demikian di Keuskupan Agats-Asmat, Papua. Susah sinyal internet menjadi salah satu kendalanya. Untuk mengakalinya, Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Agats-Asmat memilih jalur udara. Sejak diresmikan pada 21 November 2019 lalu dalam rangkaian perayaan Yubileum 50 Tahun Keuskupan Agats-Asmat, Radio Fu FM mulai mengudara melayani umat.

Radio dengan slogan “Suara yang Memanggil” ini berlokasi di area belakang aula keuskupan. Nama “fu” diambil dari sebutan alat tradisional Asmat untuk memanggil orang-orang di sekitar untuk berkumpul. Fu juga berarti memanggil dengan suara nyaring dan lantang.

Di tengah pandemi, Fu FM telah memanggil umat Agats bersekutu dalam iman. Ketua Komsos Keuskupan Agats-Asmat, Romo Lucius Joko mengatakan, divisi radio ini adalah dari Komisi Komunikasi. Di masa Covid-19, radio menjadi tulang punggung keuskupan ini. Selain mengudara di frekuensi 99,2 MHz, Fu FM juga memiliki layanan on streaming yang bisa diakses dari semua tempat di luar keuskupan asal terjangkau jaringan internet.

Imam asal Keuskupan Bogor ini berkisah, salah satu momen penting radio Fu FM adalah ketika Uskup Agats-Asmat, Mgr. Aloysius Murwito, OFM mengudara untuk memberikan ibadat tobat dan absolusi umum. Selain itu, Misa mingguan dapat didengarkan pukul 08.00 WIT di radio ini.

Untuk mempersiapkan Misa, ruang siaran diubah. Hal ini agar bisa memuat altar kecil dan menampung para petugas ibadat. Romo Joko berharap, divisi radio mampu mengembangkan sekaligus memproduksi konten menarik untuk siaran. “Radio hadir sebagai suara yang memanggil menuju kebaikan bersama,” ungkapnya, Kamis, 28/5/2020.

Selain radio, Komsos Keuskupan Agats-Asmat juga memiliki divisi media cetak serta audio visual. Divisi ini bertugas mengurusi situs web keuskupan, majalah dinding dan Majalah Fu. Guna menunjang keberlangsungannya, pelatihan jurnalistik dan public speaking diberikan berkerja sama dengan Komsos Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Sedangkan divisi audio visual berkontribusi memproduksi rangkaian film pendek dengan tema untuk karya pastoral.

Romo Joko menjabarkan, sejauh ini sudah sekitar sepuluh film pendek dapat diproduksi yang merupakan media sosialisasi rancana strategis dari hasil Musyawarah Pastoral V Keuskupan Agats-Asmat. Ketiga divisi ini dikelola bersama tiga orang staf resmi Komsos, termasuk Romo Joko. Mereka dibantu lima sukarelawan.

Banyak suka duka yang dihadapi Kom-sos dari keuskupan terpencil ini. Ketika pertama kali Romo Joko menginjakkan kaki di keuskupan ini, Komsos Agats-Asmat sedang mati suri. Pada Juli 2018, Komsos mulai berkarya dan menentukan arah serta program sesuai gerak pastoral keuskupan. Salah satu kisah menarik yang pernah dihadapi tim Komsos adalah ketika menyertai kunjungan pastoral Mgr. Murwito ke daerah perkampungan yang jauh dari Agats.

Masyarakat Asmat hidup dengan dua dasar yakni dasar Injil dan budaya. Kedua dasar ini saling melengkapi, menuju keluarga yang beriman, mandiri dan sejahtera. Ia menuturkan, kekhasan budaya Asmat itu sendiri menjadi peluang tersendiri bagi Komsos. “Masyarakat Asmat adalah keunikan bagi keuskupan ini. Ini menjadi peluang bagi Komsos untuk terus mewartakan segala hal baik dan indah tentang Asmat, yang tentu saja menjadi daya tarik banyak orang,” ujarnya.

Akhirnya, Romo Joko pun merefleksikan tugas Komsos Keuskupan menjadi sarana yang mampu menjadikan hidup keuskupan sebagai satu rangkaian cerita yang utuh. Tugas pewartaan Komsos ini juga tidak melulu soal iman, tetapi warta tentang hal baik, sehat, positif dan membangun sikap optimis bagi kemajuan, pertumbuhan, persatuan dan kekeluargaan.

Pelayanan Misa selama masa pandemi lewat siaran udara Radio Fu FM. (Dok. Komsos Keuskupan Agats)
Ketua Komsos Keuskupan Agats-Asmat, Romo Lucius Joko sedang berada di kantor FU FM. (Dok. Komsos Keuskupan Agats)

Ujung Tombak

Meski di kota besar, Misa daring tidak serta-merta berjalan mulus di Keuskupan Surabaya, Jawa Timur. Saat Misa Minggu Palma lalu tengah berjalan, internet tiba-tiba saja mengalami gangguan, sehingga siaran langsung tidak dapat berjalan baik. Salah seorang pegiat Komsosnya, Antonius Ryan Hendrapraja Setiatmoko, menuturkan, sebelum Misa dimulai, kru telah memastikan kembali semua persiapan, agar siaran langsung berjalan lancar. Namun, gangguan internet terjadi ketika pemberkatan palma berlangsung.

Selama masa pandemi Covid-19, Komsos Keuskupan Surabaya bertanggung jawab atas penyiaran semua Misa di keuskupan, mulai dari Misa harian, Misa hari Minggu dan hari raya lain dalam Kalender Liturgi. Ryan menyampaikan, pelayanan para kru dilakukan secara bergantian. “Untuk Misa harian, hanya dua sampai tiga anggota tim yang terlibat, sedangkan Misa Minggu dan hari raya, semua terlibat,” ujarnya.

Menjadi pegiat komsos harus selalu sigap. Tak hanya siaran Misa yang dikerjakan. Di tengah masa pandemi ini, umat juga membutuhkan asupan rohani lain. Ryan, umat Paroki Aloysius Gonzaga Surabaya ini mengatakan, Komsos juga bergiat melakukan syuting kegiatan lainnya di keuskupan, antara lain kabar keuskupan, mimbar agama, obrolan katekese, dan doa Rosario.

Meski Surabaya menjadi zona merah penyebaran Covid-19, dengan jumlah kasus kedua terbanyak setelah Jakarta, Ryan mengaku tetap setia melakukan pelayanannya sebagai pegiat komsos. “Kami harus melakukan pelayanan ini. Meskipun umat tidak bisa ke gereja, mereka tetap bisa merasakan kehadiran Tuhan di rumah masing-masing,” ungkap ayah dua anak ini, Jumat, 29/5/2020.

Kedua anak Ryan masih balita. Dia pun sering bertemu dengan orangtua dan mertua yang masuk kategori lansia. Karenanya, dia memastikan betul mengikuti protokol kesehatan. Dia me-ngatakan, di kantor Komsos Surabaya, protokol kesehatan dijalankan dengan baik dan para kru tetap mengenakan masker selama bertugas. Setiap kembali ke rumah, dia selalu mandi dan berganti baju terlebih dahulu sebelum berinteraksi dengan keluarganya.

Delegatus Komsos Keuskupan Pangkalpinang, Romo Stefan Kelen (Dok. Komsos Keuskupan Pangkalpinang)

Mencoba Kreatif

Sementara itu, di Keuskupan Pangkal-pinang, kegiatan Komsos berubah seiring mewabahnya Covid-19. Perubahan itu terjadi dalam metode peliputan audio visual. Sebelum pandemi, kegiatan pe-liputan meliputi pengambilan video dan gambar, melalui proses pengeditan, baru kemudian ditayangkan ke media sosial resmi keuskupan. Namun, saat pandemi metode perekaman video agak terbengkalai, karena berfokus pada fitur siaran langsung dengan konten kurang variatif.

Delegatus Komisi Komsos Keuskupan Pangkalpinang, Romo Stefan Kelen ber-sama anggotanya mengadakan terobosan dengan menayangkan kuliah umum Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM.

Pada tanggal 11 Mei 2019 silam, Mgr.Adrianus  dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Teologi berdasarkan keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti). Berkat ini pun ingin dibagikan Komsos Pangkalpinang agar umat tidak hanya terbatas di wilayah keuskupan sendiri, tetapi juga seluruh umat di Indonesia dapat mendengar pengajaran iman yang mumpuni.

“Syukur, dari sini subscriber Youtube Komsos keuskupan bisa menembus angka sepuluh ribu. Kami juga berterima kasih kepada Ketua Komsos Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Romo Harry Sulistyo yang menggagas Rosario Laudato Si’ sehingga bisa menyapa tiap keuskupan,” ungkapnya.

Romo Stefan juga menyebutkan distribusi Majalah Berkat juga mengalami kendala selama pandemi. Setiap tugas memiliki sebuah tantangan dan peluang. Tantangan Komsos Pangkalpinang adalah soal teritorial. Wilayah Keuskupan Pangkalpinang adalah sebagian besar kepulauan sehingga untuk menjangkau seluruh tempat, terkendala biaya operasional. Meskipun demikian, sejak mulai menggarap Majalah Berkat, Romo Stefan merasakan dukungan luar. Komsos senantiasa disertakan ketika mengikuti kegiatan uskup mengunjungi pulau-pulau. Ketika berjumpa dengan anak muda di sana, Romo Stefan membeberkan banyak melihat peluang bagi masa depan Komsos Keuskupan. “Potensi orang muda ternyata banyak begitu melek teknologi,” ujarnya.

Hal itu terutama ditemui saat menjadi tuan rumah pertama kegiatan literasi media yang diadakan oleh Komsos Konferensi Waligereja Indoneia (KWI) dan Kementerian Komunikasi dan Informartika (Kominfo) RI tahun 2018 di Batam, Kepulauan Riau. Dalam semangat komunio, orang muda Katolik bahu membahu menyemarakkan acara itu dan terlihat talenta mereka.

Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM sedang memberikan kuliah daring selama masa pandemi. (Dok. Komsos Keuskupan Pangkalpinang)

Romo Stefan juga berkisah bahwa tak banyak umat di Keuskupan Pangkalpinang mengerti betul tentang kehadiran Komsos. Sebagai contoh, ada umat yang mengartikan komsos di satu sisi sebagai komisi sosial, sehingga jika terjadi bencana, umat mengharapkan lembaga ini yang langsung membantu. Di sisi lain, ada umat yang memahami komsos hanya sebatas Majalah Berkat yang sudah 52 tahun hadir menemani umat.

Kunjungan antarparoki dan saling bertukar pikiran dengan penggiat Komsos paroki mampu menangkis kekeliuran ter-sebut. Bagi Romo Stefan, Komsos sebagai komando dan pengatur strategi komunikasi sosial di setiap keuskupan, memiliki tugas menciptakan atau menghadirkan media terbaru untuk keuskupan, agar setidaknya segala peristiwa bisa terdokumentasikan secara tepat untuk merajut cerita sejarah perkembangan misi, kisah Kristus sendiri.

Komsos Keuskupan Pangkalpinang selain bergerak di media cetak dan digital juga menjangkau aktor eksternal lain untuk berkerja sama. Dalam kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Tunas Karya, Komsos ini juga memproduksi video profil Sekolah Katolik yang ada di Keuskupan Pangkalpinang. Program lain adalah kerja sama dengan TVRI Bangka Belitung (Babel) untuk program mimbar Katolik. Hanya saja, kerja sama ini terhenti.

Program lainnya adalah membentuk Paguyuban Wartawan Katolik Babel yang ke depannya akan diperluas menjadi Pagayuban Wartawan Katolik Kepulauan Riau. Berbekal kekuatan tiga personil bersama sukarelawan yang menyebar di wilayah Bangka Belitung, Komsos Pangkalpinang tetap bertekad mendukung Gereja dengan mengabarkan kabar sukacita sambil menenun semangat komunio.

Romo Stefan berbangga, karena Gereja tetap tajam dalam membaca tanda-tanda zaman. Ia menyebutkan, Paus Fransiskus sudah lebih dahulu mengingatkan akan fenomena kenormalan baru. Ia pun melihat, Paus sebagai mahaguru bidang komunikasi yang menantang insan komunikasi global untuk menjadikan hidup sebagai cerita. “Hempaskan cerita destruktif, mari kembali merajut cerita konstruktif bersama Kristus,” tandasnya.

Hermina Wulohering/Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.23, 7 Juni 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here