Pembinaan Karakter

538
St Sularto.
[NN/Dok.Pribadi]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – “Mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Kanisius Sleman, Yogyakarta angkatan 63 dan lulus tahun 1966, saya merasa bangga bisa masuk di SMP Kanisius. Mengapa? Karena melihat mutu dan persaingan yang ada pada zaman itu, Kanisius bersaing ketat dengan SMPN 2. Ciri khas yang dimiliki oleh Kanisius memang dari segi disiplin dan mutu pengajaran yang diberikan oleh guru-guru yang profesional.

Meski sebagai sekolah Katolik, namun tak sedikit orangtua yang nonKatolik mempercayakan anak-anaknya untuk menempuh pendidikan di Kanisius. Lebih dari separuh itu banyak nonKatolik. Dulu saya di kelas 2B dan 3B itu separuh murid Katolik, dan separuh Islam. Walaupun tidak ada pelajaran agama Islam ya, tetap nilai-nilai pendidikan Katolik yang ditanamkan. Dulu itu umumnya menengah ke bawah, tidak ada gap sama sekali.

Sekolah ini muridnya banyak, dan siswanya itu datang dari tempat-tempat yang cukup jauh jaraknya. Saya sendiri dari Wara ke Sleman itu 5 km. Saya sempat selama satu tahun itu bolak balik ke sekolah jalan kaki dari rumah berangkat pukul 05.30, dan sampai sekolah pukul 07.00 WIB. Setelah satu tahun itu, kemudian sudah mulai naik sepeda berikutnya.

Seperti lazimnya Sekolah Katolik kami juga setiap bulan ada Misa, dan itu diikuti semua murid. Selain itu juga ada doa pagi setiap sebelum memulai kegiatan belajar mengajar dan juga usai pelajaran terakhir sebelum pulang kami berdoa juga. Kanisius memang dari dulu dikenal dengan displin, intelektual, mutu dan juga kejujuran. Guru-gurunya pun profesional, jarang membolos, memberi contoh, memberi teladan untuk kami murid-muridnya.

Sebagai yang pernah mengenyam pendidikan di Kanisius, alumni-alumni sedang giat mengumpulkan dana untuk siswa-siswa yang kurang mampu. Sekolah ini sempat hampir kolaps, namun Direktur Kanisius Jogja pada waktu itu (Alm.) Pastor Suyudanta SJ berjuang untuk bisa mempertahankan sekolah. Setiap orang yang mempunyai empati terhadap Kanisius mengirim uang, setelah sepuluh tahun uang itu berbunga, bunga nya dipakai untuk sekolah, uang pokoknya dikembalikan kepada si empunya.

Melihat Kanisius kini memang tidak terlalu mengikuti. Namun saya pernah mengajar Pramuka tahun 1976 di Kanisius Kentungan, itu bagus, tapi muridnya agak berkurang. Dulu Kanisius sekolah yang dibanggakan, sekarang banyak persaingan.

Di usianya sekarang, saya berdoa agar Kanisius semakin berkembang apalagi di zaman penuh tantangan sekarang ini. Orang bangga sebagai alumni Kanisius dengan keteladanan dan pembinaan karakter yang sejak dulu sudah ada dan terus ditanamkan. Tetap melakukan dharma bakti terhadap pendidikan ke depannya.”

Marchella A. Vieba

HIDUP NO.46 2018, 18 November 2018

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here