Pendidikan Pra Dasar Wajib

227
Dirjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud, Harris Iskandar di ruang kerjanya.
[HIDUP/Anton Bilandoro]
Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Pemerintah Indonesia berusaha semakin meningkatkan perhatian pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Ada banyak program.

Tahun 2000, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) didirikan atas instruksi mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Saat itu belum menggunakan nama PAUD, tetapi baru ada Pendidikan Anak Dini Usia (PADU). Sejak tahun 2000, PAUD berkembang cukup pesat.

Bagaimana situasi PAUD saat ini? HIDUP berbincang dengan Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Harris Iskandar, 10/4.

Bagaimana situasi PAUD Dikmas saat ini?
Jenjang pendidikan selain SD-SMA/SMK/ Madrasah Aliyah, saat ini juga ada PAUD. Bentuk satuannya seperti TK dan bentuknya non-formal seperti Kelompok Bermain atau Tempat Penitipan Anak. Perkembangannya pesat tahun ini, “angka partisipasi kasar” sudah mencapai 74% (kelompok umur 3-6 tahun). Kalau 0-3 tahun jumlahnya mencapai 33 jutaan. Ini belum terhitung masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan. Saat ini, jumlah lembaga sekitar 231 ribuan di seluruh Indonesia. Dan setiap tahun selalu naik.

Kalau setiap tahun naik, apa komitmen pemerintah saat ini?

Salah satu komitmen pemerintah, adalah setiap anak laki-laki dan perempuan, wajib mendapatkan layanan (pengembangan dan perawatan anak usia dini dan pendidikan pra dasar) PAUD, minimal satu tahun sebelum SD. Sehingga, mereka siap untuk mengikuti pendidikan dasar yang berkualitas dan inklusif.

Pemerintah, lewat Presiden Joko Widodo punya komitmen besar dan terbukti dengan dikeluarkannya payung hukum dalam Perpres 59 tahun 2017. Secara internasional, pemerintah seluruh dunia juga sepakat mewujudkannya pada 2030. Kemudian, tahun 2018, PP no 2 tahun 2018, mewajibkan seluruh Pemda menyelenggarakan pelayanan PAUD pra-SD minimal satu tahun, untuk kelompok umur 5-6 tahun. Sosialisasinya sudah mulai tahun ini.

Berarti komunitas Katolik yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas harus punya PAUD?

Betul, wajib ada PAUD. Pemerintah sangat mendukung dan akan menyiapkan regulasi dan uangnya kepada Pemda. Kita berikan Bantuan Operasional Penyelenggara Pendidikan PAUD 600 ribu setiap anak per tahun. Lebih dari itu, Pemda atau yayasan silakan menambahkan. Konsepnya adalah holistik dan integratif sebagaimana tertuang dalam Perpres No.60 tahun 2013. Masalahnya adalah banyak lembaga PAUD yang menjamur, tetapi kesejahteraan anak, bukan sekadar pengasuh atau pendidik, kurang diperhatikan.

Bagaimana PAUD menjangkau masyarakat tidak mampu?

Kepada mereka yang tidak mampu biasanya dibiayai oleh Badan Operasional Penyelenggaraan (BOP) atau bahkan gratis. BOP ini misalnya, setiap anak selama setahun mendapat bantuan 600 ribu rupiah. Di samping mereka ada juga iuran. Soal gaji guru, Pemda yang memperhatikan.

Pemerintah sudah melindungi mereka lewat Program Indonesia Pintar. Ini merupakan jalan tol bagi keluarga miskin yang sering memikirkan biaya pendidikan. Tol berikutnya adalah bidik misi sampai selesai kuliah. Sengaja tidak diberikan bantuan langsung cash karena tidak efesien. Tujuannya supaya memberantas kemiskinan dan kebodohan.

Apa saja nilai-nilai yang mau ditanamkan di PAUD?

Kalau PAUD yang berbasis agama itu akan mudah, semangatnya keagamaan. Tetapi saat ini kami akan menerapkan bahasa ibu. Hal ini supaya ada kelekatan sosial emosional. Dalam kurikulum, kami mengenalkan Tuhan kepada anak-anak lewat cerita dan permainan.

Kita tidak mengajarkan agama kepada anak-anak apalagi suruh menghafal Pancasila. Kita hanya mengajarkan pengenalan bangsa lewat semangat nasionalisme seperti bendara Merah Putih atau nilainilai moral lainnya. Pada dasarnya nilai-nilai universal yang sesuai dengan standard kurikulum.

Yusti H. Wuarmanuk
Laporan: Antonius Bilandoro

HIDUP NO.17 2019, 28 April 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here