Tidak Sekadar Romansa

379
5/5 - (1 vote)

Menurutnya, waktu yang tepat untuk pacaran adalah di akhir kuliah karena di situ seseorang sudah bisa memetakan jenis pekerjaan yang diinginkan seperti apa dan tipe pasangan yang dibutuhkan seperti apa untuk membantunya mencapai tujuan hidup bersama. Ia mengingatkan, jika belum mengetahui tujuan hidup dan apa yang dituju dalam membina hubungan ini akan menyebabkan konflik batin dan luka yang tidak perlu. Kejadian demikian tidak akan terjadi, jika keduanya masuk dalam relasi penuh tanggung jawab membawa kesadaran bahwa mencari pasangan bukan sekadar memenuhi kebutuhan, tetapi karena mau membagikan limpahan cinta Tuhan dalam hati untuk orang lain. Pacaran adalah hubungan persahabatan ekslusif yang terbuka dalam persiapan menerima Sakramen Perkawinan. Untuk itu, keduanya akan memiliki orientasi jelas bahwa pacaran adalah untuk menuju perkawinan.

Pendekatan ini amat berbeda dengan tipe jalanin saja dulu. Jika ikut arus dengan tipe demikian berarti kita sendiri menaruh hati pada risiko terluka berkali-kali. Hal ini berbahaya sebab orang seringkali lupa bahwa luka-luka hasil hubungan sebelum menikah akan dibawa masuk kedalam hubungan pernikahan. Jadi, jenis hubungan yang dimiliki sebelum menikah bisa menentukan kualitas pernikahan nantinya. “Nah, kurangi sampah sebisa mungkin supaya kehidupan perkawinan hidup kita benar indah. Seringkali orang tidak mikir panjang, yang penting sekarang enak dan nyaman. Masakan kamu memikirkan kenyamanan hari ini dan mengorbankan kebahagiaan seumur hidup dalam pernikahan? Kan tidak masuk akal!,” sahutnya.

Tahap Demi Tahap
Pembicara yang telah diundang ke berbagai negara untuk mewartakan kabar gembira, khususnya dalam ranah Teologi Tubuh sejak menginjak usia 19 tahun ini, membagikan sarannya untuk memiliki respons yang tepat ketika kesempatan menjalin hubungan datang. Langkah pertama adalah bersahabat dengan teman potensial. Riko selalu menasihati anak muda, agar sebelum pacaran mengajak si calon pacar untuk hang out, bersama teman-teman yang lain. Meluangkan waktu untuk lebih banyak membicarakan hal esensial seperti latar belakang keluarga, kualitas hubungan yang ia bangun dengan keluarganya, apa saja yang terjadi di hidupnya hingga membentuk dia seperti sekarang, dan apa saja nilai moral yang dipegangnya teguh.

Riko melanjutkan, ketika seseorang baru jatuh cinta, produksi hormon endorfin akan melimpah. Pada saat ini, kemampuan seseorang berpikir dan memutuskan sesuatu melemah. Akibatnya, ia jadi buta menilai dengan benar. Pada umumnya, fase kasmaran ini akan berlangsung selama tiga hingga empat bulan. Riko selalu berpesan kepada anak muda untuk tidak membuat keputusan apapun saat jatuh cinta. Di fase ini, seseorang sedang mabuk asmara, ingin cepat menjalin hubungan, dan biasanya tidak berpikir sehat.

Sehingga, dua orang kasmaran yang membuat keputusan untuk pacaran kemungkinan besar keputusannya itu salah. Jika fase itu sudah lewat, barulah kewarasan berpikir seseorang kembali. Jadi, perlu juga untuk mengetahui reaksi ilmiah tubuh kita agar tidak dibutakan romansa dan mengedepankan kebijaksanaan.

Langkah kedua, dengan bersahabat sebelum pacaran anda bisa mengajak calon potensial untuk bisa beramai-ramai datang bersama teman lain ke rumah untuk bertemu dengan keluarganya. Kenalkan dia kepada orangtua, kakak dan adiknya. Lalu harus dilihat juga apakah dia bisa cocok dengan keluargamu dan kamu bisa cocok dengan keluarganya. Dari sini bisa mengambil keputusan untuk lanjut ke pacaran ekslusif, pertunangan, pernikahan dimana konteks hubungan suami istri itu sah dibangun dalam keintiman seksual. Proses ini tidak bisa dibalik karena dengan segera hubungan akan hancur.

Batasan Pacaran
Anak muda kerap menanyakan pertanyaan, “Sampai mana kita boleh melangkah sebelum tindakan menjadi dosa?” Bagi Riko, pertanyaan ini muncul karena sudah memiliki sikap hati untuk punya ancang-ancang berbuat dosa. Ibarat seperti berjalan tepat di pinggir jurang, tapi tidak sampai jatuh dan mati. Pertanyaan ini muncul karena orang belum memiliki kebebasan batin.

Bila memiliki kebebasan di dalam Tuhan, pertanyaannya bukanlah lagi sampai mana kita boleh menyentuh pasangan, tetapi dengan mengganti pertanyaan dengan, “Bagaimana caranya relasi ini menyenangkan Tuhan?”

Jawaban dari pertanyaan ini ada di dalam pribadi masing-masing. “Jika hanya dengan bergandengan tangan sudah membawa kepada pikiran yang membuat jatuh ke dalam dosa, ya jangan gandengan. Klo nyentuh ujung jarinya aja sudah memikirkan hal yang kotor berarti memang orang itu belum siap pacaran,” celotehnya terkekeh. Pandangan selama berpacaran harus berpusat untuk menyenangkan hati Tuhan. Kenali diri, hargai martabat pasangan.

Felicia Permata Hanggu

HIDUP NO.24 2019, 2 Juni 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here