Siapa Suruh Jadi Buruh?

275
5/5 - (2 votes)

Urusan ini cukup rumit dan memakan waktu hingga satu minggu. Surat itu kemudian dikirim ke Malaysia. Butuh waktu dua bulan sampai akhirnya Omi bisa dipulangkan. Ia pun mendarat di Bandara El Tari Kupang, dengan selamat.

Banyak Korban
Di tahun yang sama, tiga perempuan masing-masing FS, asal Amanuban Timur, TTS, LS asal Kabupaten Kupang, dan SA dari Kabupaten Malaka, nyaris menjadi korban perdagangan manusia atau human trafficking.

Ketiganya disuruh menuju ke bandara saat masih subuh. Dari ElTari mereka bertolak menuju Medan. Orang yang merekrut mereka mengatakan, bahwa mereka akan dikirim ke Malaysia dari Medan.

Saat transit di Surabaya, mereka berjumpa dengan seorang biarawati aktivis anti-human trafficking, Sr Laurentina Suharsih PI. Saat itu, Sr Laurentina sebenarnya dalam perjalanan ke Semarang. Sang suster seketika terpaku saat melihat raut wajah linglung ketiga gadis itu. Mereka seperti dikontrol dari jarak jauh. Ia pun memberikan nomor teleponnya di secarik kertas sambil berpesan, “Kalau ada apa-apa, hubungi saya di nomor ini.”

Dari Surabaya mereka dijemput dan diterbangkan ke Jakarta. Dari Jakarta, kembali ada orang yang mengatur untuk menerbangkan mereka ke Medan. Namun, mereka sama sekali tidak mengenal, siapa orang itu.

Persis dua hari setelah perjumpaan itu, ponsel Sr Laurentina berdering, mereka mengabarkan bahwa mereka membutuhkan bantuan. Mereka bercerita, setibanya di tempat mereka ditampung di Medan, ketiganya dipaksa minum obat anti hamil. Di tempat itu, ketiganya bahkan mengalami pelecehan seksual.

Saat itu, mereka tidak tahu, posisi persis rumah tempat penyekapan itu. Setelah mendapat laporan itu, Sr Laurentina menginstruksikan untuk lari dan mencari Gereja Katolik terdekat. Mereka pun kabur. Di tengah jalan mereka bersembunyi di semak-semak dan berusaha mencari warga terdekat untuk berlindung.

Di rumah warga tempat mereka berlindung. Kemudian kenalan Sr Laurentina menjemput mereka untuk diantarkan ke pastoran terdekat. Ketiganya pun selamat. Mereka dijemput Wakil Gubernur NTT, Josep Nae Soe dan dibawa kembali ke NTT.

Jual Beli
Tahun 2000, pemerintah memberlakukan moratorium penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Taiwan. Para calon pekerja migran yang hendak berangkat harus menguburkan impian mereka untuk mencari nafkah di sana. Lily Pujiati asal Jawa Timur adalah salah satu yang mestinya gagal berangkat kala itu. Namun, tekadnya sudah bulat ingin meninggalkan kampung halaman demi meraih penghidupan yang lebih baik. Segala cara mau ia tempuh, asalkan bisa berangkat, bekerja di Taiwan. “Saya sudah terlanjur keluar rumah,” ujarnya.

Tak butuh waktu lama, perempuan 29 tahun ini pun bertemu dengan salah satu Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) di Surabaya, Jawa Timut. Lily pun berangkat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here